Maraknya masyarakat Indonesia yang berbondong-bondong berebut kursi di parlemen menjadi suatu fenomena menarik pada pemilihan anggota legislatif periode ini. Dari para akademika hingga tukang becak saling beradu argumen untuk meraih simpati warga. Terkadang aksi saling sikut, saling caci pun dilancarkan demi sebuah kursi. Sementara para pengrajin kursi tak mendapat keuntungan apapun, padahal mereka sudah bekerja keras membuat kursi-kursi berkualitas terbaik, tapi tetap saja tak dilirik oleh para kompetitor kursi parlemen.
Parlemen menjadi tempat pertunjukan teater. Para artis menjadi pemanis Senayan. Para pelawak menjadi penghibur dalam sidang-sidang anggota dewan yang terhormat. Para kompetitor yang tersingkir harus terjebak dalam kejaran lintah darat yang menyokong modal kampanye. Mereka yang tak mampu bertahan akhirnya memilih jalan pintas dengan mengakhiri hidup, meninggalkan luka bagi orang-orang tercinta. Kenyataan yang sangat menyedihkan.
Timbul pertanyaan dalam benak saya. Sudahkah para kompetitor itu memiliki cinta terbaik bagi bangsa dan negaranya hingga dengan percaya diri mengatakan bahwa merekalah yang terbaik, yang pantas dipilih, pantas duduk di tempat terhormat itu? Sudahkah mereka berbuat sesuatu bagi bangsa dan negaranya? Atau paling tidak bagi tetangga terdekatnya saja? Sejauh manakah mereka menyediakan diri sebagai penyambung lidah rakyat yang senantiasa mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadinya?
Islam memberi kata kunci :"serahkanlah segala urusan kepada ahlinya". Begitu indah Islam memberi tuntunan kepada kita dengan kalimat tersebut. Dapat dibayangkan, ketika segala urusan sudah dikerjakan oleh sembarang orang yang tidak memiliki ilmu di bidangnya, maka yang akan terjadi adalah kehancuran. Ketika masalah ekonomi diserahkan kepada dokter gigi atau pesawat terbang dikendalikan oleh seorang tukang kayu, maka dapat kita bayangkan apa yang pasti terjadi. Begitu pun dengan negara kita yang memiliki potensi luar biasa ini. Sudah seharusnyalah kita menempatkan wakil-wakil terbaik yang kita miliki, sesuai dengan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dan dibutuhkan oleh negara ini.
Kita sebagai warga negara yang baik seharusnya bersikap kritis dan dinamis. Kritis terhadap berbagai keadaan yang telah menyimpang dari kebenaran dan dinamis dalam melaksanakan pembangunan mental bangsa demi terciptanya negara yang adil dan makmur sesuai dengan cita-cita para pendahulu kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar