Sabtu, 26 Juni 2010

UPAYA PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENGHADAPI DAMPAK NEGATIF IPTEK

UPAYA PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENGHADAPI DAMPAK NEGATIF IPTEK
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam (IPI) semester IV jurusan PAI
Dosen:
Dr. Mulyawan S. Nugraha


Oleh:
Elshafani Vijsma
NIM. 2008. 1022


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUKABUMI
Jl. Veteran I No. 36 Telp. (0266) 22 45 65
Sukabumi
Tahun Ajaran 2009/2010




KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur mari kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, dengan kasih sayang-Nya, telah melimpahkan nikmat tak terhingga yang takkan mungkin dapat dihitung meski seluruh lautan dijadikan tinta untuk menuliskannya. Terlebih atas nikmat terbesar yang telah Dia berikan, yaitu nikmat iman dan Islam.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada revolusioner terbaik sepanjang masa, pencetak sejarah kebenderangan dunia, Nabi Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini, saya sangat bersyukur mendapat kesempatan menyusun karya tulis berbentuk makalah yang berjudul “Upaya Pendidikan Islam dalam Menghadapi Dampak Negatif Iptek”. Karya tulis ini merupakan tugas individu pada mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam (IPI) semester IV jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
Terima kasih terhatur kepada orang tua saya yang tak pernah lelah membimbing saya dengan segenap cinta kasihnya, kepada dosen mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam, Bpk. Mulyawan S. Nugraha, M. Ag, M. Pd yang dengan gigih memotivasi kami untuk terus maju dan berkarya, serta kepada semua pihak yang tentunya begitu banyak membantu hingga terselesaikannya penulisan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberi jalan kepada kita untuk selalu memperbaiki diri dan memperoleh manfaat dari setiap detik yang berlalu. Amin.


Sukabumi, 24 Juni 2010


Penulis




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Tujuan Pendidikan Islam
Kerangka Ideal Pendidikan Islam
Definisi Iptek
Pandangan Islam Terhadap Iptek
Peran Iptek dalam Berbagai Sektor Kehidupan
Dampak Negatif Iptek
Upaya Pendidikan Islam dalam Menghadapi Dampak Negatif Iptek
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA





DAFTAR GAMBAR

Jalur-Jalur Pengaruh Pendidikan Islam
Kebudayaan Yunani
(900-338 SM)

Abad Alexandria Pendidikan dan Kebudayaan Abad Alexandria
(338-30 SM) Helenistik (338-30 SM)

Pendidikan dan Kebudayaan Akamenian/Persia
Hindu
Sassanian (Persia) Syrian (Nestoran) Alexandria


Akademi Jundi Shapur
(450-750 M)


Islam
(622-1300 M)


Islam Timur
(Mesir, Irak, Syria, Yordan, India)


Islam Barat


Spanyol Afrika Utara Sisilia/Italia


Kekaisaran Byzantine Kristen Latin Kekaisaran Romawi
(529-1400 M)


Universitas
(1100-1300)

Renaissance
(1400-1600)














Pengetahuan Islam dan Garis Pengaruh Barat

Yunani Babilonia Syria Persia India Mesir
Terjemahan-Terjemahan Barat dan Timur

Abad Keemasan Islam
(900-1100 M)


Kejatuhan Islam


Terjemahan ke Latin



Renaissance Latin


Universitas


Puncak renaissance (1300-1500)




BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dunia dewasa ini mengalami kemajuan yang tak terbendung di seluruh sektor kehidupan. Tak terkecuali bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang biasa kita kenal dengan istilah “iptek”. Di kalangan generasi muda, ada semacam dikotomi bagi mereka yang menguasai dan tidak menguasai iptek. Mereka yang kurang menguasai teknologi dengan baik harus berbesar hati mendapat julukan “gaptek”, “jadul”, atau “katro”. Julukan ini sebetulnya menjadi biasa tatkala kita tidak menanggapinya dengan serius, tetapi akan menjadi motivasi besar jika kita renungkan lebih dalam karena penguasaan teknologi di zaman yang sudah serba canggih ini sangat dibutuhkan.
Salah satu penyebab ketertinggalan kita dari negara-negara maju adalah ketidakmerataan penguasaan iptek di seluruh lapisan masyarakat Indonesia, sehingga kualitas Sumber Daya Manusia pun menjadi terbatas. Padahal secara geografis dan sosiologis, negeri kita memungkinkan untuk melangkah lebih cepat karena kita memiliki aset Sumber Daya Alam yang begitu besar dan jumlah penduduk yang terus meningkat. Seharusnya keadaan ini menguntungkan kita andaikan kita mampu mengoptimalkan potensi ini.
Iptek dapat memberikan manfaat yang begitu besar bagi kita. Akan tetapi iptek juga dapat menjadi penyebab utama kehancuran umat dan bangsa ini disebabkan penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan. Maka diperlukan filter dan penyeimbang iptek agar tetap berada di jalur yang benar.
Kerusakan yang terjadi di negeri kita tak lepas dari lemahnya moral bangsa yang hanya menguasai iptek akan tetapi tidak mampu membendung arus negatif iptek. Karenanya, dibutuhkan terapi yang dapat mengembalikan pemanfaatan iptek ke posisi yang seharusnya. Pendidikan Islam diharapkan mampu menjalankan peran tersebut.
Salah satu fungsi pendidikan Islam adalah untuk mengarahkan peserta didik kepada penguasaan iptek dan imtak (iman dan takwa) secara seimbang sehingga tercipta Sumber Daya Manusia yang terbaik sebagaimana motivasi yang Allah berikan kepada umat Islam sebagai khairu ummah. Tentunya khairu ummah ini tidak akan tercapai tanpa terlebih dahulu menggapai keseimbangan imtak dan iptek.
Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penyusunan makalah ini, saya merumuskan masalah terlebih dahulu. Adapun rumusan masalah yang saya temukan berdasarkan judul makalah ini adalah:
Apa tujuan pendidikan Islam?
Bagaimana kerangka ideal pendidikan Islam?
Apakah definisi iptek?
Bagaimana pandangan Islam terhadap iptek?
Apa saja peran iptek dalam berbagai sektor kehidupan?
Adakah dampak negatif iptek?
Apa saja dampak negatif iptek?
Bagaimana upaya pendidikan Islam dalam menghadapi dampak negatif iptek?
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah yang saya susun ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui tujuan pendidikan Islam.
Untuk memahami kerangka ideal pendidikan Islam.
Untuk memahami definisi iptek.
Untuk mengetahui pandangan Islam terhadap iptek.
Untuk mengetahui peran iptek dalam berbagai sektor kehidupan.
Untuk mengetahui dampak negatif apa saja yang ditimbulkan oleh iptek.
Untuk memahami upaya pendidikan Islam dalam menghadapi dampak negatif iptek.



Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang saya gunakan dalam penyusunan karya tulis ini adalah dengan membagi materi menjadi tiga bab, terdiri dari pendahuluan, pembahasan, dan penutup.
Adapun sumber informasi yang saya peroleh mengenai materi makalah ini melalui kajian pustaka dari buku-buku dan situs internet. Kemudian bahan yang terkumpul dikaji kembali dan disesuaikan melalui kutipan-kutipan yang akan dituangkan dalam penulisan makalah ini.



BAB II
PEMBAHASAN

Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam memiliki dua dimensi tujuan, yaitu tujuan vertikal dan tujuan horizontal. Tujuan pendidikan Islam secara vertikal adalah untuk mendekatkan diri dan menggapai ridho Allah SWT. Pendekatan tujuan vertikal ini diarahkan pada penyadaran diri manusia sebagai hamba Allah SWT yang diciptakan untuk beribadah hanya kepada-Nya. Firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Adz-Dzariyat ayat 56:

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q. S. Adz-Dzariyat: 56)
Adapun penyadaran diri manusia sebagai khalifah di bumi merupakan tujuan pendidikan Islam yang berdimensi horizontal secara global. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30:

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q. S. Al-Baqarah: 30)
Prof. Dr. M. Mutawalli Asy Sya’rawi (2003: 53) mengungkapkan bahwa manusia sebagai khalifah di bumi adalah untuk mengerjakan tugas yang sudah ditetapkan yaitu menjalankan dan mengembangkan sunnah-Nya. Akan tetapi manusia tidak dapat membuat apa yang telah dibuat oleh Allah SWT.
Sementara Syed Naquib Al-Attas (2003: 163) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam terbagi menjadi dua pandangan teoritis, yaitu berorientasi kemasyarakatan dan individu. Adapun tujuan yang berorientasi kemasyarakatan diarahkan kepada keberhasilan individu dalam membina dan mengembangkan masyarakat berdasarkan syariat Islam. Diharapkan pendidikan Islam mampu mencetak generasi yang dapat mengarahkan masyarakat di sekitarnya untuk senantiasa membekali diri dengan aturan Islam dan mengembangkan diri menuju khairu ummah. Sedangkan tujuan pendidikan Islam yang berorientasi individu mengarahkan manusia kepada kesuksesan diri secara optimal baik kesuksesan moril maupun materil dan kesuksesan peningkatan intelektual.
Hamka berpendapat bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk mengenal dan mencari keridhoan Allah SWT, membangun budi pekerti untuk berakhlak mulia serta mempersiapkan peserta didik untuk hidup secara layak dan berguna di tengah-tengah komunitas sosial. (Nizar, Samsul. 2007: 117).
Kerangka Ideal Pendidikan Islam
Islam pernah memasuki masa kegemilangan pengetahuan selama beberapa abad. Pada masa itu, tercipta keseimbangan ilmu pengetahuan dan keimanan yang menghasilkan kemajuan peradaban dan kebudayaan secara pesat.
Marshall Hodgson mengungkapkan:
“Segera setelah terwujudnya agama (Islam), umat Islam berhasil membangun sebuah bentuk masyarakat yang baru, yang pada waktu itu (sekaligus) membawa kekhususan tersendiri meliputi kelembagaan, seni dan literatur, sains dan pengetahuan, bentuk (sistem) sosial-politik, demikian pula bentuk ibadah dan akidah. Semuanya mengandung kesan Islam yang tepat (tidak salah). Selama beberapa abad masyarakat baru ini tersebar luas ke iklim yang berbeda-beda [ke] seluruh kebanyakan dunia tua.” (Azizy, Qodri. 2004: 79).
Kegemilangan pendidikan Islam masa itu juga tidak lepas dari keterbukaan umat Islam dalam menerima pengetahuan mekipun dari belahan bumi yang lain ataupun dari bangsa dan agama lain. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mehdi Nakosteen (2003: 49) bahwa orang muslim berasimilasi dengan kebudayaan klasik dan menyempurnakannya melalui sistem pendidikan. Bidang-bidang yang diasimilasikan adalah filsafat, ilmu kedokteran, matematika, teknologi, dan ilmu pengetahuan helenistik. Dengan menerapkan ilmu-ilmu pengetahuan klasik untuk keperluan praktis, orang muslim telah mengembangkan metode empirisme eksperimental, yang kemudian diterapkan di Eropa. Kemajuan ilmu pengetahuan Islam telah membuka jalan bagi renaissance di Eropa. Hal ini juga diakui dunia Barat secara umum. (daftar gambar, v).
Pada masa ini (750-1150) dalam aktivitas-aktivitas kebudayaan dan pendidikan yang dilaksanakan, tidak diizinkan pembatasan ilmu pengetahuan oleh teologi dan dogma.
Ilmu pengetahuan yang dikembangkan kaum intelektual muslim mampu memenuhi kebutuhan dimensi permanen dan spiritual, serta dimensi material dan emosional. (Al-Attas, Naquib. 2003: 269).
Jalur-jalur pengaruh pendidikan yang diterima umat Islam pada zaman keemasan tidak hanya diterima melalui wilayah terdekat dari pusat pemerintahan umat Islam saja. Akan tetapi juga melalui jalur yang cukup kompleks. (daftar gambar, iii).
Para intelektual muslim begitu menghargai perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan mereka dan menganggapnya sebagai kekayaan intelektualitas. Fahmi Huwaidi menyatakan bahwa berbeda pendapat dalam Islam itu bukan sekedar hak, tapi juga kewajiban. Gunanya untuk menghindari kemungkinan munculnya sikap monopoli kebenaran dalam agama dan yang dinilai potensial mematikan akal sehat. (Geovanie, Jeffrie. 2008: 53).
Dari kebesaran sejarah Islam yang kita miliki, sudah seharusnya kita berkaca dan mengambil kunci-kunci keberhasilan ilmu pengetahuan di masa itu, kemudian dikembangkan pada masa sekarang. Kunci kesuksesan tersebut diantaranya:
1. Ilmuwan muslim senantiasa menyandarkan pengetahuannya berdasarkan Al-Quran dan hadits. Sehingga mereka tidak keluar dari koridor yang telah ditetapkan Allah dan rasul-Nya. Pendidikan kita pun sudah seharusnya berdasar kepada Al-Quran dan hadits agar tetap berada di jalur yang benar. KH. Mawardi (2003: 152) berpendapat bahwa seluruh kekejian, kemunkaran, kebrutalan, kesadisan, dan kemelut berkepanjangan adalah kebodohan dan kezaliman manusia. Jadi sepandai apapun manusia, bila dia tidak mampu mencegah kemunkaran dalam dirinya tetap dikatakan bodoh karena dia tidak mengetahui yang kebenaran yang telah Allah gariskan. Hanya orang-orang yang bertaubat, yang dikategorikan sebagai orang pandai, yang akan mampu menyelamatkan dirinya dari kehancuran. Allah SWT berfirman:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q. S. Ar-Rum: 41)
2. Membuka diri dan mau menerima berbagai pengetahuan tanpa dikotomi ataupun diskriminasi menjadi kunci yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan Islam. Karena pada dasarnya Allah memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada kita untuk membuka rahasia alam agar dapat dimanfaatkan dengan benar. Allah tidak hanya mewajibkan umat Islam untuk mempelajari ilmu-ilmu keagamaan, akan tetapi juga ilmu duniawi harus dimiliki oleh umat Islam. Kedua pengetahuan tersebut menjadi satu kesatuan utuh yang tidak semestinya dipisahkan satu sama lain.
3. Kebebasan yang bertanggungjawab, yakni penelaahan pengetahuan tanpa dibatasi teologi dan dogma. Meskipun demikian, kondisi ini menyebabkan para ilmuwan begitu hati-hati dalam mempelajari ilmu karena kebebasan tersebut menuntut tanggung jawab yang besar. Jeffrie Geovanie mengatakan (2008: 42) bahwa untuk menjalankan atau tidak menjalankan perintah Allah adalah salah satu pilihan bebas individual. Kebebasan ini, selain dijamin oleh manusia melalui HAMnya, juga dijamin oleh Allah. Tentunya ada konsekuensi tersendiri bagi mereka yang memilih mengingkari dan menentang aturan Allah. Firman-Nya:



“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (Q. S. Al-Kafirun: 6)

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q. S. Al-Baqarah: 256)
Sementara filsuf Inggris yang menjadi pelopor liberalisme modern, John Stuart Mill (1806-1873), dalam bukunya On Liberty, memberi tahu kita bahwa yang membatasi kebebasan seseorang adalah dampaknya yang mungkin akan mengancam, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Kebebasan individu akan berakhir manakala kebebasan itu mengancam hak hidup atau hak orang lain. (Geovanie, Jeffrie. 2008: 43).
Dalam diri setiap manusia, Allah memberikan dua potensi yang masing-masing saling mengukuhkan eksistensinya dalam diri. Dua potensi itu adalah potensi kejahatan (fujur) dan potensi kebajikan (takwa). Setiap manusia memiliki kebebasan penuh untuk mengebangkan potensi yang akan dipilihnya: fujur atau takwa. Allah SWT hanya memberi petunjuk potensi mana yang terbaik untuk diambil beserta konsekuensinya bagi manusia.
Maka pendidikan Islam mengarahkan manusia untuk mengoptimalkan potensi terbaiknya melalui kerangka pendidikan Islam yang ideal. Al-Attas (2003: 163) mengemukakan konsep kerangka ideal pendidikan Islam, yaitu meliputi materi ilmu agama, ilmu umum, keterampilan praktis, dan kesenian. Ilmu agama menjadi materi pokok yang ditujukan untuk membimbing moral peserta didik agar dapat memilih jalan yang benar menuju ridho-Nya dan menghindari kezaliman. Adapun ilmu umum ditujukan untuk mengarahkan peserta didik kepada tanggung jawabnya selaku khalifah di muka bumi, demi mengembangkan potensi kepemimpinannya. Sebagaimana Dr. Ahzani (2006: 2) berpendapat bahwa hidup itu berarti kehidupan di muka bumi dan perkembangannya. Firman Allah SWT:

“Dan Allah, Dialah Yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu ke suatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu.” (Q. S. Fathir: 9)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.” (Q. S. Ar-Rum: 24)

“Untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.” (Q. S. Qaf: 11)
Selanjutnya keterampilan praktis untuk memudahkan peserta didik dalam melaksanakan tugasnya selaku khalifah, serta seni untuk melembutkan hati. Bahkan Allah SWT mencintai seni dan keindahan, begitupun dengan Rasulullah SAW.
Selain materi yang dikaji dalam pendidikan Islam, dengan keharusan menstimulir fitrah manusia (baik fitrah ruhani, akal, dan perasaan) sehingga bercorak dan penuh warna, Al-Attas juga mendeskripsikan kerangka ideal pendidikan Islam itu harus berorientasi pada dua hal, yaitu orientasi akal (filsafat) dan orientasi rasa (agama).
Definisi Iptek
Sebagaimana pembicaraan kita pada bab pertama, teknologi kini telah merembes dalam kehidupan manusia di semua kalangan. Pada dasarnya upaya tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan manusia.
Iptek merupakan singkatan dari dua materi yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi. Keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan karena saling mendukung satu sama lain. Teknologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang berkembang secara mandiri, menciptakan dunia tersendiri. Akan tetapi teknologi tidak mungkin berkembang tanpa didasari ilmu pengetahuan yang kokoh. Maka ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi satu kesatuan tak terpisahkan.
Menurut Iskandar Alisyahbana (1980), teknologi telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu karena dorongan untuk hidup yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera. Jadi sejak awal peradaban sebenarnya telah ada teknologi, meskipun istilah “teknologi” belum digunakan. (2008, online). Istilah “teknologi” berasal dari “techne“ atau cara dan “logos” atau pengetahuan. Jadi secara harfiah teknologi dapat diartikan pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi sendiri adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan akal dan alat, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, panca indera dan otak manusia.
Sedangkan menurut Jaques Ellul (2008, online) memberi arti teknologi sebagai keseluruhan metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap bidang kegiatan manusia.
Pengertian teknologi secara umum adalah:
- Proses peningkatan nilai tambah.
- Produk yang digunakan dan dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja.
- Struktur atau sistem di mana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
Atas dasar kreatifitas akalnya, manusia mengembangkan iptek dalam rangka pengoptimalisasian Sumber Daya Alam yang dikaruniai Allah SWT. Pengembangan iptek harus didasarkan terhadap moral dan kemanusiaan sehingga semua masyarakat dapat menguasai iptek secara merata.(2010, online)
Akal berasal dari kata iqalul ba’ir yang artinya ikatan untuk mengikat unta. Manusia diikat agar tidak bebas bergerak dan bertindak. Tindakan manusia didikat dengan akhlak dan hukum. Sementara pikiran menyangkut perbandingan dan pilihan. Manusia berpikir untuk dapat membandingkan dan memilih yang terbaik bagi hidupnya.
Di negara kita, diperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional setiap tanggal 10 Agustus. Hal ini berkaitan dengan peluncuran dan terbang perdana pesawat karya putra bangsa seutuhnya, yaitu N-250 yang diberi nama Gatotkaca, pada 10 Agustus 1995. Dengan kebanggaan akan prestasi inilah, pemerintah melalui Keputusan Presiden RI no. 71 tahun 1995 menetapkan tanggal 10 Agustus sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional.
Pandangan Islam Terhadap Iptek
Islam sangat memotivasi umatnya untuk memfungsikan akal dan rasa secara seimbang. Sesungguhnya tidak ada dikotomi iman dan ilmu pengetahuan dalam Islam karena keduanya merupakan dua materi yang saling mendukung satu sama lain. Menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam Islam merupakan kewajiban bagi setiap muslim, dan muslim yang beriman akan menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah SWT dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah antara iman dan ilmu tidak dapat dipisahkan dalam Islam.
Bahkan perintah Allah SWT yang pertama kepada umat Islam melalui rasul-Nya adalah perintah untuk menuntut ilmu. Firman-Nya dalam Al-Quran:





“(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, (2)Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3)Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, (4)Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, (5)Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q. S. Al-Alaq: 1-5)
Berkaitan dengan keimanan dan pengetahuan, Prof. Dr. M. Mutawalli (2003: 59) berpendapat bahwa yang dituntut oleh iman adalah persoalan-persoalan yang gaib. Dalam persoalan gaib, pertanyaannya dimulai dengan “bagaimana” bukan “mengapa”. Berarti permasalahannya mengandung percobaan, pembahasan, penyelidikan dan pembuktian. Dan aktivitas tersebut akan menghasilkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Allah SWT akan memberikan cobaan sesuai dengan kapasitas kemampuan manusia itu sendiri, karenanya manusia perlu mencari solusi melalui pengembangan ilmu pengetahuan untuk menghadapi dan menyikapi berbagai permasalahan hidup. Firman Allah dalam Al-Quran:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (Q. S. Al-Baqarah: 286)
“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman." (Q. S. Al-A’raf: 143)
Dr. Aidh Al-Qarni (2006: 381) mengungkapkan bahwa syariat datang dengan menghasilkan kemaslahatan dan optimalisasinya mengurangi kerusakan dan meminimalisirnya. Sesuai dengan firman Allah SWT:
“Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q. S. At-Taubah: 105)
“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (Q. S. At-Taubah: 120)



“(39)Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, (40)dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya). (41)Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (Q. S. An-Najm: 39-41)
Menurut Dr. Aidh Al-Qarni pula (2006) bahwa ilmu menjadikan orang dewasa, lapang dada dan bijaksana karena tabir penghalang di depan jiwa terbuka sehingga membawanya keluar dari rasa susah, gundah gulana, dan kesedihan.
Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek: (a) berseberangan atau bertentangan, (b) bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai, (c) tidak bertentangan satu sama lain, (d) saling mendukung satu sama lain, agama mendasari pengembangan iptek atau iptek mendasari penghayatan agama. (2009, online).
Pola hubungan pertama adalah bertolakbelakang antara iptek dan agama. Pada pola ini, apa yang dianggap benar oleh agama bertentangan dengan iptek, begitupun sebaliknya. Pola hubungan ini seperti yang terjadi pada masa Galileo Galilei. Ketika ia berpendapat bahwa bumi mengitari matahari, gereja meyakini bahwa mataharilah yang mengitari bumi, dan hal ini menyebabkan Galileo mendapat hukuman berat karena dianggap menyesatkan. Akan tetapi Islam tidak demikian halnya. Tertulis dalam Al-Quran teori yang telah dikemukakan oleh Galileo, dan tidak bertentangan sama sekali.
Pola hubungan kedua adalah bertentangan tetapi tidak saling menghakimi dan dapat berdampingan. Pola ini merupakan pengembangan dari pola pertama. Biasa terjadi pada masyarakat sekuler yang memisahkan antara agama dan iptek. Menurut mereka, doktrin agama tidak ada sangkut pautnya dengan iptek. Sementara dalam Islam, dasar dari iptek adalah iman yang berkaitan langsung dengan doktrin agama. Agama sangat mendukung pengembangan iptek.
Pada pola hubungan ketiga adalah pola hubungan netral. Agama ytidak menentang iptek juga tidak mendukung pengembangannya. Agama berada di wilayah dan jalurnya tersendiri, begitu pula dengan iptek.
Sedangkan pola terakhir sesuai dengan ajaran Islam yang mendukung bahkan merupakan dasar dari pengembangan iptek.
Pernyataan eksplisit GBHN 1993-1998 tentang kaitan pengembangan iptek dan agama, bahwa pola hubungan yang diharapkan adalah pola hubungan ketiga, pola hubungan netral.  Ajaran agama dan iptek tidak bertentangan satu sama lain tetapi tidak saling mempengaruhi. Pada Bab II, G. 3. GBHN 1993-1998, dinyatakan bahwa pengembangan iptek hendaknya mengindahkan nilai-nilai agama dan budaya bangsa.  Artinya, pengembangan iptek tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa.  Tidak boleh bertentangan tidak berarti harus mendukung.  Kesan hubungan netral antara agama dan iptek ini juga muncul kalau kita membaca GBHN dalam bidang pembangunan Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.  Tak ada satu kalimat pun dalam pernyataan itu yang secara eksplisit menjelaskan bagaimana kaitan agama dengan iptek.  Pengembangan agama tidak ada hubungannya dengan pengembangan iptek.
Akan tetapi, kalau kita baca GBHN itu secara implisit dalam kaitan antara pembangunan bidang agama dan bidang iptek, maka kita akan memperoleh kesan yang berbeda.  Salah satu asas pembangunan nasional adalah Asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berarti
"... bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral,dan etik dalam rangka pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila" (Bab II, C. 1.)
Di bagian lain dinyatakan bahwa  pembangunan bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diarahkan, antara lain, untuk memperkuat landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional.
Dapat disimpulkan bahwa secara implisit, bangsa Indonesia menghendaki agar agama dapat berperan sebagai jiwa, penggerak, dan pengendali ataupun sebagai landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional, termasuk pembangunan bidang iptek tentunya.  Dalam kaitannya dengan pengembangan iptek nasional, agama diharapkan dapat menjiwai, menggerakkan, dan mengendalikan pengembangan iptek nasional tersebut. Maka, bila kita memahami GBHN secara implisit, kita akan menemukan bahwa negara mendukung pola hubungan keempat sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Peran Iptek dalam Berbagai Sektor Kehidupan
Iptek telah memberikan begitu banyak manfaat dan nilai positif bagi umat manusia. Berbagai kemudahan kini dirasakan oleh kita sebagai dampak dari perkembangan iptek yang begitu pesat. Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia, memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia.
Khusus dalam bidang teknologi, masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini.Contoh termudah adalah dampak positif dari berkembangnya iptek di bidang teknologi komunikasi dan informasi. Kemajuan di bidang jaringan internet telah memudahkan kita untuk mengakses informasi dengan cepat dan biaya yang sangat ringan. Kemajuan di bidang komunikasi juga telah membuat perdagangan internasional menjadi semakin mudah dan cepat. Penemuan telepon genggam telah memudahkan kita untuk menghubungi seseorang di mana saja ia berada atau dari mana saja kita berada. Secara singkat, kemajuan iptek ini telah menghapus jarak, waktu, dan batas antar negara.
Dikembangkannya teknologi pesawat terbang telah memudahkan kita untuk pergi ke seluruh dunia dalam waktu singkat.  Perjalanan haji yang dulu membutuhkan waktu berbulan-bulan karena menempuh perjalanan melalui laut kini dapat dilakukan hanya dalam waktu delapan jam saja melalui jalur udara.
Di bidang industri, iptek juga memberikan sumbangan yang begitu besar. Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik yang cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis. Kemajuan teknologi akan meningkatkan kemampuan produktivitas dunia industri baik dari aspek teknologi industri maupun pada aspek jenis produksi.
Kemajuan iptek yang telah kita capai sekarang benar-benar telah diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia. Sumbangan iptek terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri.
Dampak Negatif iptek
Kemajuan iptek yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia, bagi masyarakat sekarang sudah merupakan suatu kesakralan. Pengembangan iptek dianggap sebagai solusi dari permasalahan yang ada. Sementara orang bahkan memuja iptek sebagai penyelamat yang akan membebaskan mereka dari berbagai kesulitan. Iptek diyakini akan memberi umat manusia kebahagiaan. Sumbangan iptek terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri. Namun manusia tidak bisa pula menipu diri akan kenyataan bahwa iptek mendatangkan malapetaka dan kesengsaraan bagi manusia. Dalam peradaban modern, terlalu sering manusia terhenyak oleh dampak negatif iptek yang muncul. Kalaupun iptek mampu mengungkap semua tabir rahasia alam dan kehidupan, tidak berarti iptek sama dengan kebenaran. Sebab iptek hanya mampu menampilkan kenyataan. Kebenaran yang manusiawi haruslah lebih dari sekedar kenyataan obyektif. Kebenaran harus mencakup pula unsur keadilan. Tentu saja iptek tidak mengenal moral kemanusiaan, oleh karena itu iptek tidak pernah bisa mejadi standar kebenaran ataupun solusi dari masalah-masalah kemanusiaan.
Manusia telah meninggalkan essensi dari iptek itu sendiri bahwasanya iptek merupakan pengembangan dari keimanan, yaitu ketaatan kita kepada Sang Khalik yang memerintahkn manusia untuk mencari ilmu. Seharusnya iptek yang dikembangkan manusia itu mampu meningkatkan keimanan kepada Allah SWT dengan memanfaatkannya sebaik mungkin. Manusia harus mengendalikan dan mengarahkan perkembangan iptek kepada jalur yang digariskan Allah SWT. Akan tetapi realita yang ada ternyata perkembangan iptek membuat manusia lepas dari jalan-Nya, bahkan dikendalikan oleh penemuan manusia itu sendiri. Kelemahan inilah yang akhirnya menyebabkan iptek menjadi bumerang bagi kita. Berbagai dampak negatif pun hadir seiring dengan pesatnya perkembangan iptek.
Diantara dampak negatif yang muncul, yaitu:
a. Meningkatnya aksi terorisme yang memanfaatkan kemudahan akses komunikasi dan perakitan senjata atau bom.
b. Penggunaan informasi dan situs tertentu, seperti kasus penyebaran pornografi yang semakin marak saat ini.
c. Selain itu ada kecemasan skala kecil akibat teknologi komputer seperti kerusakan komputer karena terserang virus, kehilangan berbagai file penting dalam komputer yang dapat menyebabkan stres karena teknologi.
d. Terjadinya pengangguran bagi tenaga kerja yang tidak mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan yang dibutuhkan.
e. Sifat konsumtif sebagai akibat kompetisi yang ketat pada era globalisasi akan juga melahirkan generasi yang secara moral mengalami kemerosotan: konsumtif, boros dan memiliki jalan pintas yang bermental "instant".
f. Asimilasi kepribadian pria dan wanita.
g. Bertukarnya peran antara pria dan wanita.
h. Dekadensi moral.
i. Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin meningkat seiring dengan semakin lemahnya kontrol sosial masyarakat.
j. Individualistis yang semakin parah.
k. Penyalahgunaan pengetahuan.
G. Upaya Pendidikan Islam dalam Menghadapi Dampak Negatif Iptek
Sebagaimana pembahasan yang lalu bahwa pendidikan Islam berorientasi pada dua aspek, tidak hanya berorientasi akal akan tetapi juga berorientasi pada rasa (keimanan). Materi pendidikan Islam harus mampu menstimulir fitrah manusia, baik fitrah ruhani, akal, maupun perasaan sehingga dapat melaksanakan perannya dengan baik, entah sebagai hamba Allah SWT (‘abd) ataupun sebagai khalifah dimuka bumi.
Menurut Prof. A. Qodry Azizy (2004: 81), tiga komponen yang dimiliki pendidikan Islam sebagai kunci dalam mengendalikan dan mengembalikan iptek ke posisi semula, yaitu:
1. Amar ma’ruf
Pendidikan Islam memperkenalkan konsep pengembangan amar ma’ruf. Tidak hanya kaitannya dalam pergaulan sosial saja, akan tetapi amar ma’ruf ini dimaknai juga sebagai pengembangan diri dan iptek secara positif. Jadi apapun yang dihasilkan oleh umat Islam harus mampu memberikan nilai positif bagi kehidupannya dan habitat di sekelilingnya.
Begitu pun dalam pengembangan iptek, umat Islam harus mengarahkan penggunaan iptek kepada hal yang benar, yang diridhoi oleh Allah SWT. Firman-Nya:
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q. S. At-Taubah: 122)

“Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (Q. S Al-Kahfi: 66)
“Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Q. S. Thaha: 114)
2. Nahi Munkar
Pendidikan Islam mengarahkan manusia untuk mampu membedakan dan memilih kebenaran. Andaikan ada penyalahgunaan iptek, maka pendidikan Islam mengharuskan umat Islam untuk menghindarinya dan memperbaiki serta mencegah penyalahgunaannya kembali. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT:
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (Q. S. Al-Jumu’ah: 5)
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Q. S. Al-Isra: 16)
3. Iman kepada Allah
Poin ketiga ini menjadi poin utama dasar pendidikan Islam. Karena dengan keimanan yang kuat, umat Islam akan mampu menghadapi dampak negatif iptek yang hadir. Iaman kepada Allah SWT akan menghadirkan rasa takut untuk bermaksiat terhadap-Nya, dan rasa malu untuk melakukan kerusakan di bumi.
Sebesar apapun serangan dampak negatif iptek, umat Islam akan mampu membentengi diri melalui peningkatan keimanan yang terus menerus. Karena pada dasarnya dampak negatif iptek tidak akan terbendung, hanya diri kitalah yang harus membentengi diri sebaik mungkin untuk menghadapinya.

“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (Q. S. Al-Ikhlas: 2)
Sementara Isma’il Raji (1984: 27) mengajukan dua konsep untuk menghadapi dampak negatif iptek dan melawan de-islamisasi, yaitu:
Kewajiban mempelajari kebudayaan Islam.
Islamisasi pengetahuan.
Masih menurut beliau (1987: 98), tujuan dari islamisasi pengetahuan adalah:
Penguasaan disiplin ilmu modern.
Penguasaan khasanah Islam.
Penentuan relevansi Islam bagi masin-masing bidang ilmu.
Pencarian sintesa kreatif antara khasanah Islam dan ilmu.
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam upaya islamisasi pengetahuan adalah sebagai berikut:
Penguasaan disiplin ilmu modern melalui penguraian kategoris.
Survei disiplin ilmu.
Penguasaan khasanah Islam.
Penguasaan khasanah islamiah tahap analisa.
Pengaplikasian keislaman dalam kehidupan dan ilmu pengetahuan.
Iptek adalah bidang yang harus dikuasai oleh umat Islam dengan baik. Kita tidak harus meninggalkan iptek untuk menghindari dampak negatifnya. Yang harus kita lakukan adalah mempersiapkan diri, membekali diri dengan keimanan yang kuat, dan menguasai iptek iptek sebaik mungkin. Karena kita tidak akan mungkin mampu menghadapi dampak negatif iptek bila kita sendiri tidak menguasainya. Hal-hal yang perlu kita lakukan melalui pendidikan Islam dalam upaya menghadapi dampak negatif iptek adalah:
Penyiapan Sumber Daya Manusia
Pendidikan Islam berupaya menyiapkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, berpegang teguh pada aturan Allah, dan mampu menuasai iptek dengan baik. Berbagai metode dipersiapkan dan diperkenalkan dalam pendidikan Islam untuk meningkatkan kesiapan umat dalam menghadapi arus kemajuan iptek sehingga pada perjalanannya mampu mengarahkan iptek kepada hal yang positif.
Kompetisi
Menghadapi dampak negatif iptek tidak lepas dari aktivitas kompetisi. Pendidikan Islam mempersiapkan dan memotivasi umat agar mampu berkompetisi mengembangkan iptek dan mengarahkannya sebaik mungkin sehingga dampak negatif yang timbul pun dapat dicegah melalui kompetisi yang sehat.
Posisi dan peran
Pendidikan Islam mengarahkan kita pada posisi dan peran yang seharsnya kita tempati. Melalui penyadaran inilah diharapkan umat Islam mampu menghadapi dampak negatif iptek yang tak terbendung. Dengan memperhatikan perkembangan dan kemajuan zaman dengan sendirinya pemanfaatan dan penguasaan iptek mutlak diperlukan untuk mencapai kesejahteraan bangsa. Selain itu pula perkembangan iptek di berbagai bidang di tengah perkembangan zaman yang semakin pesat semestinya dapat meningkatkan kualitas SDM di tengah bermunculannya dampak negatif dari adanya perkembangan iptek, sehingga diperlukan pemikiran yang serius dan mantap dalam menghadapi permasalahan dalam penemuan-penemuan baru tersebut.
Kerjasama
Dalam menghadapi derasnya arus kemajuan iptek, dibutuhkan kerjasama dari seluruh elemen mayarakat untuk menghadapi dampak negatif iptek. Pendidikan Islam merumuskan kerjasama yang utuh antar pendidik, peserta didik, orang tua, masyarakat, dan pemerintah untuk bahu membahu menghadapi dampak negatif iptek tersebut. Sehinggga dengan kerjasama yang baik, kita akan mampu mengendalikan dan mengarahkan iptek untuk tetap berada di posisi yang benar.



BAB III
PENUTUP

Simpulan
Pendidikan Islam memiliki dua dimensi tujuan, yaitu tujuan vertikal dan tujuan horizontal. Tujuan pendidikan Islam secara vertikal adalah untuk mendekatkan diri dan menggapai ridho Allah SWT. Pendekatan tujuan vertikal ini diarahkan pada penyadaran diri manusia sebagai hamba Allah SWT yang diciptakan untuk beribadah hanya kepada-Nya. Adapun penyadaran diri manusia sebagai khalifah di bumi merupakan tujuan pendidikan Islam yang berdimensi horizontal secara global. Kerangka ideal pendidikan Islam itu harus berorientasi pada dua hal, yaitu orientasi akal (filsafat) dan orientasi rasa (agama).
Iptek merupakan singkatan dari dua materi yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi. Keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan karena saling mendukung satu sama lain. Teknologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang berkembang secara mandiri , menciptakan dunia tersendiri. Akan tetapi teknologi tidak mungkin berkembang tanpa didasari ilmu pengetahuan yang kokoh. Maka ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi satu kesatuan tak terpisahkan.
Kemajuan iptek telah memberikan begitu banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia. Akan tetapi iptek pun membawa dampak yang buruk bagi kita. Karenanya, diperlukan formula yang mampu menghadapinya.
Tiga komponen yang dimiliki pendidikan Islam sebagai kunci dalam mengendalikan dan mengembalikan iptek ke posisi semula, yaitu: amar ma’ruf, nahi munkar, dan iman kepada Allah.
Saran
Dalam menghadapi dampak negatif iptek, dibutuhkan kerjasama dari seluruh elemen masyarakat melalui kontrol sosial yang kuat untuk mengarahkan iptek tetap berada di posisi yang benar. Oleh karena itu, melalui pendidikan Islam inilah, mari kita bersama-sama menghadapi kemajuan iptek ini dengan menyikapinya secara bijak.
Saya selaku penyusun, mengharapkan apresiasi pembaca untuk memperbaiki makalah ini sebagai bahan perbaikan di masa mendatang.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Attas, Syed M. Naquib. 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam. Bandung: Mizan.
Al-Qarni, Aidh. 2006. Cahaya Pencerahan. Jakarta: Qisthi Press.
Asy Sya’rawi, M. Mutawalli. 2003. Anda Bertanya Islam Menjawab. Jakarta: Gema Insani Press.
Azizy, A. Qadri. 2004. Melawan Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
El-Sulthani, Mawardi Labay. 2003. Zuhud di Zaman Modern. Jakarta: Al-Mawardi Prima.
Faruqi, Isma’il Raji M. 1984. Islamisasi Pengetahuan. Bandung: Pustaka.
Geovanie, Jeffrie. 2008. Membela Akal Sehat. Jakarta: RMBooks.
Jazuli, Ahzani Samiun. 2006. Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani.
Nakosteen, Mehdi. 2003. Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat. Surabaya: Risalah Gusti.
Nizar, Samsul. 2007. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
http://rakim-ypk.blogspot.com/2008/06/dampak-teknologi-terhadap-kehidupan.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/definisi-iptek-dan-perkembangannya/
http://www.pendidikanislam.net/peranan-agama-dalam-pembangunan-iptek

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed by Animart Powered by Blogger