UPAYA PENDIDIKAN ISLAM DALAM MENGHADAPI DAMPAK NEGATIF IPTEK
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam (IPI) semester IV jurusan PAI
Dosen:
Dr. Mulyawan S. Nugraha
Oleh:
Elshafani Vijsma
NIM. 2008. 1022
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUKABUMI
Jl. Veteran I No. 36 Telp. (0266) 22 45 65
Sukabumi
Tahun Ajaran 2009/2010
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur mari kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, dengan kasih sayang-Nya, telah melimpahkan nikmat tak terhingga yang takkan mungkin dapat dihitung meski seluruh lautan dijadikan tinta untuk menuliskannya. Terlebih atas nikmat terbesar yang telah Dia berikan, yaitu nikmat iman dan Islam.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada revolusioner terbaik sepanjang masa, pencetak sejarah kebenderangan dunia, Nabi Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini, saya sangat bersyukur mendapat kesempatan menyusun karya tulis berbentuk makalah yang berjudul “Upaya Pendidikan Islam dalam Menghadapi Dampak Negatif Iptek”. Karya tulis ini merupakan tugas individu pada mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam (IPI) semester IV jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
Terima kasih terhatur kepada orang tua saya yang tak pernah lelah membimbing saya dengan segenap cinta kasihnya, kepada dosen mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam, Bpk. Mulyawan S. Nugraha, M. Ag, M. Pd yang dengan gigih memotivasi kami untuk terus maju dan berkarya, serta kepada semua pihak yang tentunya begitu banyak membantu hingga terselesaikannya penulisan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberi jalan kepada kita untuk selalu memperbaiki diri dan memperoleh manfaat dari setiap detik yang berlalu. Amin.
Sukabumi, 24 Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Tujuan Pendidikan Islam
Kerangka Ideal Pendidikan Islam
Definisi Iptek
Pandangan Islam Terhadap Iptek
Peran Iptek dalam Berbagai Sektor Kehidupan
Dampak Negatif Iptek
Upaya Pendidikan Islam dalam Menghadapi Dampak Negatif Iptek
BAB III PENUTUP
A. Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Jalur-Jalur Pengaruh Pendidikan Islam
Kebudayaan Yunani
(900-338 SM)
Abad Alexandria Pendidikan dan Kebudayaan Abad Alexandria
(338-30 SM) Helenistik (338-30 SM)
Pendidikan dan Kebudayaan Akamenian/Persia
Hindu
Sassanian (Persia) Syrian (Nestoran) Alexandria
Akademi Jundi Shapur
(450-750 M)
Islam
(622-1300 M)
Islam Timur
(Mesir, Irak, Syria, Yordan, India)
Islam Barat
Spanyol Afrika Utara Sisilia/Italia
Kekaisaran Byzantine Kristen Latin Kekaisaran Romawi
(529-1400 M)
Universitas
(1100-1300)
Renaissance
(1400-1600)
Pengetahuan Islam dan Garis Pengaruh Barat
Yunani Babilonia Syria Persia India Mesir
Terjemahan-Terjemahan Barat dan Timur
Abad Keemasan Islam
(900-1100 M)
Kejatuhan Islam
Terjemahan ke Latin
Renaissance Latin
Universitas
Puncak renaissance (1300-1500)
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dunia dewasa ini mengalami kemajuan yang tak terbendung di seluruh sektor kehidupan. Tak terkecuali bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang biasa kita kenal dengan istilah “iptek”. Di kalangan generasi muda, ada semacam dikotomi bagi mereka yang menguasai dan tidak menguasai iptek. Mereka yang kurang menguasai teknologi dengan baik harus berbesar hati mendapat julukan “gaptek”, “jadul”, atau “katro”. Julukan ini sebetulnya menjadi biasa tatkala kita tidak menanggapinya dengan serius, tetapi akan menjadi motivasi besar jika kita renungkan lebih dalam karena penguasaan teknologi di zaman yang sudah serba canggih ini sangat dibutuhkan.
Salah satu penyebab ketertinggalan kita dari negara-negara maju adalah ketidakmerataan penguasaan iptek di seluruh lapisan masyarakat Indonesia, sehingga kualitas Sumber Daya Manusia pun menjadi terbatas. Padahal secara geografis dan sosiologis, negeri kita memungkinkan untuk melangkah lebih cepat karena kita memiliki aset Sumber Daya Alam yang begitu besar dan jumlah penduduk yang terus meningkat. Seharusnya keadaan ini menguntungkan kita andaikan kita mampu mengoptimalkan potensi ini.
Iptek dapat memberikan manfaat yang begitu besar bagi kita. Akan tetapi iptek juga dapat menjadi penyebab utama kehancuran umat dan bangsa ini disebabkan penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan. Maka diperlukan filter dan penyeimbang iptek agar tetap berada di jalur yang benar.
Kerusakan yang terjadi di negeri kita tak lepas dari lemahnya moral bangsa yang hanya menguasai iptek akan tetapi tidak mampu membendung arus negatif iptek. Karenanya, dibutuhkan terapi yang dapat mengembalikan pemanfaatan iptek ke posisi yang seharusnya. Pendidikan Islam diharapkan mampu menjalankan peran tersebut.
Salah satu fungsi pendidikan Islam adalah untuk mengarahkan peserta didik kepada penguasaan iptek dan imtak (iman dan takwa) secara seimbang sehingga tercipta Sumber Daya Manusia yang terbaik sebagaimana motivasi yang Allah berikan kepada umat Islam sebagai khairu ummah. Tentunya khairu ummah ini tidak akan tercapai tanpa terlebih dahulu menggapai keseimbangan imtak dan iptek.
Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penyusunan makalah ini, saya merumuskan masalah terlebih dahulu. Adapun rumusan masalah yang saya temukan berdasarkan judul makalah ini adalah:
Apa tujuan pendidikan Islam?
Bagaimana kerangka ideal pendidikan Islam?
Apakah definisi iptek?
Bagaimana pandangan Islam terhadap iptek?
Apa saja peran iptek dalam berbagai sektor kehidupan?
Adakah dampak negatif iptek?
Apa saja dampak negatif iptek?
Bagaimana upaya pendidikan Islam dalam menghadapi dampak negatif iptek?
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah yang saya susun ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui tujuan pendidikan Islam.
Untuk memahami kerangka ideal pendidikan Islam.
Untuk memahami definisi iptek.
Untuk mengetahui pandangan Islam terhadap iptek.
Untuk mengetahui peran iptek dalam berbagai sektor kehidupan.
Untuk mengetahui dampak negatif apa saja yang ditimbulkan oleh iptek.
Untuk memahami upaya pendidikan Islam dalam menghadapi dampak negatif iptek.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang saya gunakan dalam penyusunan karya tulis ini adalah dengan membagi materi menjadi tiga bab, terdiri dari pendahuluan, pembahasan, dan penutup.
Adapun sumber informasi yang saya peroleh mengenai materi makalah ini melalui kajian pustaka dari buku-buku dan situs internet. Kemudian bahan yang terkumpul dikaji kembali dan disesuaikan melalui kutipan-kutipan yang akan dituangkan dalam penulisan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam memiliki dua dimensi tujuan, yaitu tujuan vertikal dan tujuan horizontal. Tujuan pendidikan Islam secara vertikal adalah untuk mendekatkan diri dan menggapai ridho Allah SWT. Pendekatan tujuan vertikal ini diarahkan pada penyadaran diri manusia sebagai hamba Allah SWT yang diciptakan untuk beribadah hanya kepada-Nya. Firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Adz-Dzariyat ayat 56:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Q. S. Adz-Dzariyat: 56)
Adapun penyadaran diri manusia sebagai khalifah di bumi merupakan tujuan pendidikan Islam yang berdimensi horizontal secara global. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q. S. Al-Baqarah: 30)
Prof. Dr. M. Mutawalli Asy Sya’rawi (2003: 53) mengungkapkan bahwa manusia sebagai khalifah di bumi adalah untuk mengerjakan tugas yang sudah ditetapkan yaitu menjalankan dan mengembangkan sunnah-Nya. Akan tetapi manusia tidak dapat membuat apa yang telah dibuat oleh Allah SWT.
Sementara Syed Naquib Al-Attas (2003: 163) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam terbagi menjadi dua pandangan teoritis, yaitu berorientasi kemasyarakatan dan individu. Adapun tujuan yang berorientasi kemasyarakatan diarahkan kepada keberhasilan individu dalam membina dan mengembangkan masyarakat berdasarkan syariat Islam. Diharapkan pendidikan Islam mampu mencetak generasi yang dapat mengarahkan masyarakat di sekitarnya untuk senantiasa membekali diri dengan aturan Islam dan mengembangkan diri menuju khairu ummah. Sedangkan tujuan pendidikan Islam yang berorientasi individu mengarahkan manusia kepada kesuksesan diri secara optimal baik kesuksesan moril maupun materil dan kesuksesan peningkatan intelektual.
Hamka berpendapat bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk mengenal dan mencari keridhoan Allah SWT, membangun budi pekerti untuk berakhlak mulia serta mempersiapkan peserta didik untuk hidup secara layak dan berguna di tengah-tengah komunitas sosial. (Nizar, Samsul. 2007: 117).
Kerangka Ideal Pendidikan Islam
Islam pernah memasuki masa kegemilangan pengetahuan selama beberapa abad. Pada masa itu, tercipta keseimbangan ilmu pengetahuan dan keimanan yang menghasilkan kemajuan peradaban dan kebudayaan secara pesat.
Marshall Hodgson mengungkapkan:
“Segera setelah terwujudnya agama (Islam), umat Islam berhasil membangun sebuah bentuk masyarakat yang baru, yang pada waktu itu (sekaligus) membawa kekhususan tersendiri meliputi kelembagaan, seni dan literatur, sains dan pengetahuan, bentuk (sistem) sosial-politik, demikian pula bentuk ibadah dan akidah. Semuanya mengandung kesan Islam yang tepat (tidak salah). Selama beberapa abad masyarakat baru ini tersebar luas ke iklim yang berbeda-beda [ke] seluruh kebanyakan dunia tua.” (Azizy, Qodri. 2004: 79).
Kegemilangan pendidikan Islam masa itu juga tidak lepas dari keterbukaan umat Islam dalam menerima pengetahuan mekipun dari belahan bumi yang lain ataupun dari bangsa dan agama lain. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mehdi Nakosteen (2003: 49) bahwa orang muslim berasimilasi dengan kebudayaan klasik dan menyempurnakannya melalui sistem pendidikan. Bidang-bidang yang diasimilasikan adalah filsafat, ilmu kedokteran, matematika, teknologi, dan ilmu pengetahuan helenistik. Dengan menerapkan ilmu-ilmu pengetahuan klasik untuk keperluan praktis, orang muslim telah mengembangkan metode empirisme eksperimental, yang kemudian diterapkan di Eropa. Kemajuan ilmu pengetahuan Islam telah membuka jalan bagi renaissance di Eropa. Hal ini juga diakui dunia Barat secara umum. (daftar gambar, v).
Pada masa ini (750-1150) dalam aktivitas-aktivitas kebudayaan dan pendidikan yang dilaksanakan, tidak diizinkan pembatasan ilmu pengetahuan oleh teologi dan dogma.
Ilmu pengetahuan yang dikembangkan kaum intelektual muslim mampu memenuhi kebutuhan dimensi permanen dan spiritual, serta dimensi material dan emosional. (Al-Attas, Naquib. 2003: 269).
Jalur-jalur pengaruh pendidikan yang diterima umat Islam pada zaman keemasan tidak hanya diterima melalui wilayah terdekat dari pusat pemerintahan umat Islam saja. Akan tetapi juga melalui jalur yang cukup kompleks. (daftar gambar, iii).
Para intelektual muslim begitu menghargai perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan mereka dan menganggapnya sebagai kekayaan intelektualitas. Fahmi Huwaidi menyatakan bahwa berbeda pendapat dalam Islam itu bukan sekedar hak, tapi juga kewajiban. Gunanya untuk menghindari kemungkinan munculnya sikap monopoli kebenaran dalam agama dan yang dinilai potensial mematikan akal sehat. (Geovanie, Jeffrie. 2008: 53).
Dari kebesaran sejarah Islam yang kita miliki, sudah seharusnya kita berkaca dan mengambil kunci-kunci keberhasilan ilmu pengetahuan di masa itu, kemudian dikembangkan pada masa sekarang. Kunci kesuksesan tersebut diantaranya:
1. Ilmuwan muslim senantiasa menyandarkan pengetahuannya berdasarkan Al-Quran dan hadits. Sehingga mereka tidak keluar dari koridor yang telah ditetapkan Allah dan rasul-Nya. Pendidikan kita pun sudah seharusnya berdasar kepada Al-Quran dan hadits agar tetap berada di jalur yang benar. KH. Mawardi (2003: 152) berpendapat bahwa seluruh kekejian, kemunkaran, kebrutalan, kesadisan, dan kemelut berkepanjangan adalah kebodohan dan kezaliman manusia. Jadi sepandai apapun manusia, bila dia tidak mampu mencegah kemunkaran dalam dirinya tetap dikatakan bodoh karena dia tidak mengetahui yang kebenaran yang telah Allah gariskan. Hanya orang-orang yang bertaubat, yang dikategorikan sebagai orang pandai, yang akan mampu menyelamatkan dirinya dari kehancuran. Allah SWT berfirman:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q. S. Ar-Rum: 41)
2. Membuka diri dan mau menerima berbagai pengetahuan tanpa dikotomi ataupun diskriminasi menjadi kunci yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan Islam. Karena pada dasarnya Allah memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada kita untuk membuka rahasia alam agar dapat dimanfaatkan dengan benar. Allah tidak hanya mewajibkan umat Islam untuk mempelajari ilmu-ilmu keagamaan, akan tetapi juga ilmu duniawi harus dimiliki oleh umat Islam. Kedua pengetahuan tersebut menjadi satu kesatuan utuh yang tidak semestinya dipisahkan satu sama lain.
3. Kebebasan yang bertanggungjawab, yakni penelaahan pengetahuan tanpa dibatasi teologi dan dogma. Meskipun demikian, kondisi ini menyebabkan para ilmuwan begitu hati-hati dalam mempelajari ilmu karena kebebasan tersebut menuntut tanggung jawab yang besar. Jeffrie Geovanie mengatakan (2008: 42) bahwa untuk menjalankan atau tidak menjalankan perintah Allah adalah salah satu pilihan bebas individual. Kebebasan ini, selain dijamin oleh manusia melalui HAMnya, juga dijamin oleh Allah. Tentunya ada konsekuensi tersendiri bagi mereka yang memilih mengingkari dan menentang aturan Allah. Firman-Nya:
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (Q. S. Al-Kafirun: 6)
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q. S. Al-Baqarah: 256)
Sementara filsuf Inggris yang menjadi pelopor liberalisme modern, John Stuart Mill (1806-1873), dalam bukunya On Liberty, memberi tahu kita bahwa yang membatasi kebebasan seseorang adalah dampaknya yang mungkin akan mengancam, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Kebebasan individu akan berakhir manakala kebebasan itu mengancam hak hidup atau hak orang lain. (Geovanie, Jeffrie. 2008: 43).
Dalam diri setiap manusia, Allah memberikan dua potensi yang masing-masing saling mengukuhkan eksistensinya dalam diri. Dua potensi itu adalah potensi kejahatan (fujur) dan potensi kebajikan (takwa). Setiap manusia memiliki kebebasan penuh untuk mengebangkan potensi yang akan dipilihnya: fujur atau takwa. Allah SWT hanya memberi petunjuk potensi mana yang terbaik untuk diambil beserta konsekuensinya bagi manusia.
Maka pendidikan Islam mengarahkan manusia untuk mengoptimalkan potensi terbaiknya melalui kerangka pendidikan Islam yang ideal. Al-Attas (2003: 163) mengemukakan konsep kerangka ideal pendidikan Islam, yaitu meliputi materi ilmu agama, ilmu umum, keterampilan praktis, dan kesenian. Ilmu agama menjadi materi pokok yang ditujukan untuk membimbing moral peserta didik agar dapat memilih jalan yang benar menuju ridho-Nya dan menghindari kezaliman. Adapun ilmu umum ditujukan untuk mengarahkan peserta didik kepada tanggung jawabnya selaku khalifah di muka bumi, demi mengembangkan potensi kepemimpinannya. Sebagaimana Dr. Ahzani (2006: 2) berpendapat bahwa hidup itu berarti kehidupan di muka bumi dan perkembangannya. Firman Allah SWT:
“Dan Allah, Dialah Yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu ke suatu negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu.” (Q. S. Fathir: 9)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.” (Q. S. Ar-Rum: 24)
“Untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.” (Q. S. Qaf: 11)
Selanjutnya keterampilan praktis untuk memudahkan peserta didik dalam melaksanakan tugasnya selaku khalifah, serta seni untuk melembutkan hati. Bahkan Allah SWT mencintai seni dan keindahan, begitupun dengan Rasulullah SAW.
Selain materi yang dikaji dalam pendidikan Islam, dengan keharusan menstimulir fitrah manusia (baik fitrah ruhani, akal, dan perasaan) sehingga bercorak dan penuh warna, Al-Attas juga mendeskripsikan kerangka ideal pendidikan Islam itu harus berorientasi pada dua hal, yaitu orientasi akal (filsafat) dan orientasi rasa (agama).
Definisi Iptek
Sebagaimana pembicaraan kita pada bab pertama, teknologi kini telah merembes dalam kehidupan manusia di semua kalangan. Pada dasarnya upaya tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan manusia.
Iptek merupakan singkatan dari dua materi yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi. Keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan karena saling mendukung satu sama lain. Teknologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang berkembang secara mandiri, menciptakan dunia tersendiri. Akan tetapi teknologi tidak mungkin berkembang tanpa didasari ilmu pengetahuan yang kokoh. Maka ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi satu kesatuan tak terpisahkan.
Menurut Iskandar Alisyahbana (1980), teknologi telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu karena dorongan untuk hidup yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera. Jadi sejak awal peradaban sebenarnya telah ada teknologi, meskipun istilah “teknologi” belum digunakan. (2008, online). Istilah “teknologi” berasal dari “techne“ atau cara dan “logos” atau pengetahuan. Jadi secara harfiah teknologi dapat diartikan pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi sendiri adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan akal dan alat, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, panca indera dan otak manusia.
Sedangkan menurut Jaques Ellul (2008, online) memberi arti teknologi sebagai keseluruhan metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap bidang kegiatan manusia.
Pengertian teknologi secara umum adalah:
- Proses peningkatan nilai tambah.
- Produk yang digunakan dan dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja.
- Struktur atau sistem di mana proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
Atas dasar kreatifitas akalnya, manusia mengembangkan iptek dalam rangka pengoptimalisasian Sumber Daya Alam yang dikaruniai Allah SWT. Pengembangan iptek harus didasarkan terhadap moral dan kemanusiaan sehingga semua masyarakat dapat menguasai iptek secara merata.(2010, online)
Akal berasal dari kata iqalul ba’ir yang artinya ikatan untuk mengikat unta. Manusia diikat agar tidak bebas bergerak dan bertindak. Tindakan manusia didikat dengan akhlak dan hukum. Sementara pikiran menyangkut perbandingan dan pilihan. Manusia berpikir untuk dapat membandingkan dan memilih yang terbaik bagi hidupnya.
Di negara kita, diperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional setiap tanggal 10 Agustus. Hal ini berkaitan dengan peluncuran dan terbang perdana pesawat karya putra bangsa seutuhnya, yaitu N-250 yang diberi nama Gatotkaca, pada 10 Agustus 1995. Dengan kebanggaan akan prestasi inilah, pemerintah melalui Keputusan Presiden RI no. 71 tahun 1995 menetapkan tanggal 10 Agustus sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional.
Pandangan Islam Terhadap Iptek
Islam sangat memotivasi umatnya untuk memfungsikan akal dan rasa secara seimbang. Sesungguhnya tidak ada dikotomi iman dan ilmu pengetahuan dalam Islam karena keduanya merupakan dua materi yang saling mendukung satu sama lain. Menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam Islam merupakan kewajiban bagi setiap muslim, dan muslim yang beriman akan menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah SWT dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah antara iman dan ilmu tidak dapat dipisahkan dalam Islam.
Bahkan perintah Allah SWT yang pertama kepada umat Islam melalui rasul-Nya adalah perintah untuk menuntut ilmu. Firman-Nya dalam Al-Quran:
“(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, (2)Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3)Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, (4)Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, (5)Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q. S. Al-Alaq: 1-5)
Berkaitan dengan keimanan dan pengetahuan, Prof. Dr. M. Mutawalli (2003: 59) berpendapat bahwa yang dituntut oleh iman adalah persoalan-persoalan yang gaib. Dalam persoalan gaib, pertanyaannya dimulai dengan “bagaimana” bukan “mengapa”. Berarti permasalahannya mengandung percobaan, pembahasan, penyelidikan dan pembuktian. Dan aktivitas tersebut akan menghasilkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Allah SWT akan memberikan cobaan sesuai dengan kapasitas kemampuan manusia itu sendiri, karenanya manusia perlu mencari solusi melalui pengembangan ilmu pengetahuan untuk menghadapi dan menyikapi berbagai permasalahan hidup. Firman Allah dalam Al-Quran:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (Q. S. Al-Baqarah: 286)
“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman." (Q. S. Al-A’raf: 143)
Dr. Aidh Al-Qarni (2006: 381) mengungkapkan bahwa syariat datang dengan menghasilkan kemaslahatan dan optimalisasinya mengurangi kerusakan dan meminimalisirnya. Sesuai dengan firman Allah SWT:
“Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q. S. At-Taubah: 105)
“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (Q. S. At-Taubah: 120)
“(39)Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, (40)dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihat (kepadanya). (41)Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (Q. S. An-Najm: 39-41)
Menurut Dr. Aidh Al-Qarni pula (2006) bahwa ilmu menjadikan orang dewasa, lapang dada dan bijaksana karena tabir penghalang di depan jiwa terbuka sehingga membawanya keluar dari rasa susah, gundah gulana, dan kesedihan.
Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek: (a) berseberangan atau bertentangan, (b) bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai, (c) tidak bertentangan satu sama lain, (d) saling mendukung satu sama lain, agama mendasari pengembangan iptek atau iptek mendasari penghayatan agama. (2009, online).
Pola hubungan pertama adalah bertolakbelakang antara iptek dan agama. Pada pola ini, apa yang dianggap benar oleh agama bertentangan dengan iptek, begitupun sebaliknya. Pola hubungan ini seperti yang terjadi pada masa Galileo Galilei. Ketika ia berpendapat bahwa bumi mengitari matahari, gereja meyakini bahwa mataharilah yang mengitari bumi, dan hal ini menyebabkan Galileo mendapat hukuman berat karena dianggap menyesatkan. Akan tetapi Islam tidak demikian halnya. Tertulis dalam Al-Quran teori yang telah dikemukakan oleh Galileo, dan tidak bertentangan sama sekali.
Pola hubungan kedua adalah bertentangan tetapi tidak saling menghakimi dan dapat berdampingan. Pola ini merupakan pengembangan dari pola pertama. Biasa terjadi pada masyarakat sekuler yang memisahkan antara agama dan iptek. Menurut mereka, doktrin agama tidak ada sangkut pautnya dengan iptek. Sementara dalam Islam, dasar dari iptek adalah iman yang berkaitan langsung dengan doktrin agama. Agama sangat mendukung pengembangan iptek.
Pada pola hubungan ketiga adalah pola hubungan netral. Agama ytidak menentang iptek juga tidak mendukung pengembangannya. Agama berada di wilayah dan jalurnya tersendiri, begitu pula dengan iptek.
Sedangkan pola terakhir sesuai dengan ajaran Islam yang mendukung bahkan merupakan dasar dari pengembangan iptek.
Pernyataan eksplisit GBHN 1993-1998 tentang kaitan pengembangan iptek dan agama, bahwa pola hubungan yang diharapkan adalah pola hubungan ketiga, pola hubungan netral. Ajaran agama dan iptek tidak bertentangan satu sama lain tetapi tidak saling mempengaruhi. Pada Bab II, G. 3. GBHN 1993-1998, dinyatakan bahwa pengembangan iptek hendaknya mengindahkan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Artinya, pengembangan iptek tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Tidak boleh bertentangan tidak berarti harus mendukung. Kesan hubungan netral antara agama dan iptek ini juga muncul kalau kita membaca GBHN dalam bidang pembangunan Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada satu kalimat pun dalam pernyataan itu yang secara eksplisit menjelaskan bagaimana kaitan agama dengan iptek. Pengembangan agama tidak ada hubungannya dengan pengembangan iptek.
Akan tetapi, kalau kita baca GBHN itu secara implisit dalam kaitan antara pembangunan bidang agama dan bidang iptek, maka kita akan memperoleh kesan yang berbeda. Salah satu asas pembangunan nasional adalah Asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berarti
"... bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral,dan etik dalam rangka pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila" (Bab II, C. 1.)
Di bagian lain dinyatakan bahwa pembangunan bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diarahkan, antara lain, untuk memperkuat landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional.
Dapat disimpulkan bahwa secara implisit, bangsa Indonesia menghendaki agar agama dapat berperan sebagai jiwa, penggerak, dan pengendali ataupun sebagai landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional, termasuk pembangunan bidang iptek tentunya. Dalam kaitannya dengan pengembangan iptek nasional, agama diharapkan dapat menjiwai, menggerakkan, dan mengendalikan pengembangan iptek nasional tersebut. Maka, bila kita memahami GBHN secara implisit, kita akan menemukan bahwa negara mendukung pola hubungan keempat sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Peran Iptek dalam Berbagai Sektor Kehidupan
Iptek telah memberikan begitu banyak manfaat dan nilai positif bagi umat manusia. Berbagai kemudahan kini dirasakan oleh kita sebagai dampak dari perkembangan iptek yang begitu pesat. Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia, memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia.
Khusus dalam bidang teknologi, masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini.Contoh termudah adalah dampak positif dari berkembangnya iptek di bidang teknologi komunikasi dan informasi. Kemajuan di bidang jaringan internet telah memudahkan kita untuk mengakses informasi dengan cepat dan biaya yang sangat ringan. Kemajuan di bidang komunikasi juga telah membuat perdagangan internasional menjadi semakin mudah dan cepat. Penemuan telepon genggam telah memudahkan kita untuk menghubungi seseorang di mana saja ia berada atau dari mana saja kita berada. Secara singkat, kemajuan iptek ini telah menghapus jarak, waktu, dan batas antar negara.
Dikembangkannya teknologi pesawat terbang telah memudahkan kita untuk pergi ke seluruh dunia dalam waktu singkat. Perjalanan haji yang dulu membutuhkan waktu berbulan-bulan karena menempuh perjalanan melalui laut kini dapat dilakukan hanya dalam waktu delapan jam saja melalui jalur udara.
Di bidang industri, iptek juga memberikan sumbangan yang begitu besar. Jenis-jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik yang cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis. Kemajuan teknologi akan meningkatkan kemampuan produktivitas dunia industri baik dari aspek teknologi industri maupun pada aspek jenis produksi.
Kemajuan iptek yang telah kita capai sekarang benar-benar telah diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia. Sumbangan iptek terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri.
Dampak Negatif iptek
Kemajuan iptek yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia, bagi masyarakat sekarang sudah merupakan suatu kesakralan. Pengembangan iptek dianggap sebagai solusi dari permasalahan yang ada. Sementara orang bahkan memuja iptek sebagai penyelamat yang akan membebaskan mereka dari berbagai kesulitan. Iptek diyakini akan memberi umat manusia kebahagiaan. Sumbangan iptek terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri. Namun manusia tidak bisa pula menipu diri akan kenyataan bahwa iptek mendatangkan malapetaka dan kesengsaraan bagi manusia. Dalam peradaban modern, terlalu sering manusia terhenyak oleh dampak negatif iptek yang muncul. Kalaupun iptek mampu mengungkap semua tabir rahasia alam dan kehidupan, tidak berarti iptek sama dengan kebenaran. Sebab iptek hanya mampu menampilkan kenyataan. Kebenaran yang manusiawi haruslah lebih dari sekedar kenyataan obyektif. Kebenaran harus mencakup pula unsur keadilan. Tentu saja iptek tidak mengenal moral kemanusiaan, oleh karena itu iptek tidak pernah bisa mejadi standar kebenaran ataupun solusi dari masalah-masalah kemanusiaan.
Manusia telah meninggalkan essensi dari iptek itu sendiri bahwasanya iptek merupakan pengembangan dari keimanan, yaitu ketaatan kita kepada Sang Khalik yang memerintahkn manusia untuk mencari ilmu. Seharusnya iptek yang dikembangkan manusia itu mampu meningkatkan keimanan kepada Allah SWT dengan memanfaatkannya sebaik mungkin. Manusia harus mengendalikan dan mengarahkan perkembangan iptek kepada jalur yang digariskan Allah SWT. Akan tetapi realita yang ada ternyata perkembangan iptek membuat manusia lepas dari jalan-Nya, bahkan dikendalikan oleh penemuan manusia itu sendiri. Kelemahan inilah yang akhirnya menyebabkan iptek menjadi bumerang bagi kita. Berbagai dampak negatif pun hadir seiring dengan pesatnya perkembangan iptek.
Diantara dampak negatif yang muncul, yaitu:
a. Meningkatnya aksi terorisme yang memanfaatkan kemudahan akses komunikasi dan perakitan senjata atau bom.
b. Penggunaan informasi dan situs tertentu, seperti kasus penyebaran pornografi yang semakin marak saat ini.
c. Selain itu ada kecemasan skala kecil akibat teknologi komputer seperti kerusakan komputer karena terserang virus, kehilangan berbagai file penting dalam komputer yang dapat menyebabkan stres karena teknologi.
d. Terjadinya pengangguran bagi tenaga kerja yang tidak mempunyai kualifikasi yang sesuai dengan yang dibutuhkan.
e. Sifat konsumtif sebagai akibat kompetisi yang ketat pada era globalisasi akan juga melahirkan generasi yang secara moral mengalami kemerosotan: konsumtif, boros dan memiliki jalan pintas yang bermental "instant".
f. Asimilasi kepribadian pria dan wanita.
g. Bertukarnya peran antara pria dan wanita.
h. Dekadensi moral.
i. Kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja semakin meningkat seiring dengan semakin lemahnya kontrol sosial masyarakat.
j. Individualistis yang semakin parah.
k. Penyalahgunaan pengetahuan.
G. Upaya Pendidikan Islam dalam Menghadapi Dampak Negatif Iptek
Sebagaimana pembahasan yang lalu bahwa pendidikan Islam berorientasi pada dua aspek, tidak hanya berorientasi akal akan tetapi juga berorientasi pada rasa (keimanan). Materi pendidikan Islam harus mampu menstimulir fitrah manusia, baik fitrah ruhani, akal, maupun perasaan sehingga dapat melaksanakan perannya dengan baik, entah sebagai hamba Allah SWT (‘abd) ataupun sebagai khalifah dimuka bumi.
Menurut Prof. A. Qodry Azizy (2004: 81), tiga komponen yang dimiliki pendidikan Islam sebagai kunci dalam mengendalikan dan mengembalikan iptek ke posisi semula, yaitu:
1. Amar ma’ruf
Pendidikan Islam memperkenalkan konsep pengembangan amar ma’ruf. Tidak hanya kaitannya dalam pergaulan sosial saja, akan tetapi amar ma’ruf ini dimaknai juga sebagai pengembangan diri dan iptek secara positif. Jadi apapun yang dihasilkan oleh umat Islam harus mampu memberikan nilai positif bagi kehidupannya dan habitat di sekelilingnya.
Begitu pun dalam pengembangan iptek, umat Islam harus mengarahkan penggunaan iptek kepada hal yang benar, yang diridhoi oleh Allah SWT. Firman-Nya:
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q. S. At-Taubah: 122)
“Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (Q. S Al-Kahfi: 66)
“Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Q. S. Thaha: 114)
2. Nahi Munkar
Pendidikan Islam mengarahkan manusia untuk mampu membedakan dan memilih kebenaran. Andaikan ada penyalahgunaan iptek, maka pendidikan Islam mengharuskan umat Islam untuk menghindarinya dan memperbaiki serta mencegah penyalahgunaannya kembali. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT:
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (Q. S. Al-Jumu’ah: 5)
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Q. S. Al-Isra: 16)
3. Iman kepada Allah
Poin ketiga ini menjadi poin utama dasar pendidikan Islam. Karena dengan keimanan yang kuat, umat Islam akan mampu menghadapi dampak negatif iptek yang hadir. Iaman kepada Allah SWT akan menghadirkan rasa takut untuk bermaksiat terhadap-Nya, dan rasa malu untuk melakukan kerusakan di bumi.
Sebesar apapun serangan dampak negatif iptek, umat Islam akan mampu membentengi diri melalui peningkatan keimanan yang terus menerus. Karena pada dasarnya dampak negatif iptek tidak akan terbendung, hanya diri kitalah yang harus membentengi diri sebaik mungkin untuk menghadapinya.
“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (Q. S. Al-Ikhlas: 2)
Sementara Isma’il Raji (1984: 27) mengajukan dua konsep untuk menghadapi dampak negatif iptek dan melawan de-islamisasi, yaitu:
Kewajiban mempelajari kebudayaan Islam.
Islamisasi pengetahuan.
Masih menurut beliau (1987: 98), tujuan dari islamisasi pengetahuan adalah:
Penguasaan disiplin ilmu modern.
Penguasaan khasanah Islam.
Penentuan relevansi Islam bagi masin-masing bidang ilmu.
Pencarian sintesa kreatif antara khasanah Islam dan ilmu.
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam upaya islamisasi pengetahuan adalah sebagai berikut:
Penguasaan disiplin ilmu modern melalui penguraian kategoris.
Survei disiplin ilmu.
Penguasaan khasanah Islam.
Penguasaan khasanah islamiah tahap analisa.
Pengaplikasian keislaman dalam kehidupan dan ilmu pengetahuan.
Iptek adalah bidang yang harus dikuasai oleh umat Islam dengan baik. Kita tidak harus meninggalkan iptek untuk menghindari dampak negatifnya. Yang harus kita lakukan adalah mempersiapkan diri, membekali diri dengan keimanan yang kuat, dan menguasai iptek iptek sebaik mungkin. Karena kita tidak akan mungkin mampu menghadapi dampak negatif iptek bila kita sendiri tidak menguasainya. Hal-hal yang perlu kita lakukan melalui pendidikan Islam dalam upaya menghadapi dampak negatif iptek adalah:
Penyiapan Sumber Daya Manusia
Pendidikan Islam berupaya menyiapkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas, berpegang teguh pada aturan Allah, dan mampu menuasai iptek dengan baik. Berbagai metode dipersiapkan dan diperkenalkan dalam pendidikan Islam untuk meningkatkan kesiapan umat dalam menghadapi arus kemajuan iptek sehingga pada perjalanannya mampu mengarahkan iptek kepada hal yang positif.
Kompetisi
Menghadapi dampak negatif iptek tidak lepas dari aktivitas kompetisi. Pendidikan Islam mempersiapkan dan memotivasi umat agar mampu berkompetisi mengembangkan iptek dan mengarahkannya sebaik mungkin sehingga dampak negatif yang timbul pun dapat dicegah melalui kompetisi yang sehat.
Posisi dan peran
Pendidikan Islam mengarahkan kita pada posisi dan peran yang seharsnya kita tempati. Melalui penyadaran inilah diharapkan umat Islam mampu menghadapi dampak negatif iptek yang tak terbendung. Dengan memperhatikan perkembangan dan kemajuan zaman dengan sendirinya pemanfaatan dan penguasaan iptek mutlak diperlukan untuk mencapai kesejahteraan bangsa. Selain itu pula perkembangan iptek di berbagai bidang di tengah perkembangan zaman yang semakin pesat semestinya dapat meningkatkan kualitas SDM di tengah bermunculannya dampak negatif dari adanya perkembangan iptek, sehingga diperlukan pemikiran yang serius dan mantap dalam menghadapi permasalahan dalam penemuan-penemuan baru tersebut.
Kerjasama
Dalam menghadapi derasnya arus kemajuan iptek, dibutuhkan kerjasama dari seluruh elemen mayarakat untuk menghadapi dampak negatif iptek. Pendidikan Islam merumuskan kerjasama yang utuh antar pendidik, peserta didik, orang tua, masyarakat, dan pemerintah untuk bahu membahu menghadapi dampak negatif iptek tersebut. Sehinggga dengan kerjasama yang baik, kita akan mampu mengendalikan dan mengarahkan iptek untuk tetap berada di posisi yang benar.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Pendidikan Islam memiliki dua dimensi tujuan, yaitu tujuan vertikal dan tujuan horizontal. Tujuan pendidikan Islam secara vertikal adalah untuk mendekatkan diri dan menggapai ridho Allah SWT. Pendekatan tujuan vertikal ini diarahkan pada penyadaran diri manusia sebagai hamba Allah SWT yang diciptakan untuk beribadah hanya kepada-Nya. Adapun penyadaran diri manusia sebagai khalifah di bumi merupakan tujuan pendidikan Islam yang berdimensi horizontal secara global. Kerangka ideal pendidikan Islam itu harus berorientasi pada dua hal, yaitu orientasi akal (filsafat) dan orientasi rasa (agama).
Iptek merupakan singkatan dari dua materi yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi. Keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan karena saling mendukung satu sama lain. Teknologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang berkembang secara mandiri , menciptakan dunia tersendiri. Akan tetapi teknologi tidak mungkin berkembang tanpa didasari ilmu pengetahuan yang kokoh. Maka ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi satu kesatuan tak terpisahkan.
Kemajuan iptek telah memberikan begitu banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia. Akan tetapi iptek pun membawa dampak yang buruk bagi kita. Karenanya, diperlukan formula yang mampu menghadapinya.
Tiga komponen yang dimiliki pendidikan Islam sebagai kunci dalam mengendalikan dan mengembalikan iptek ke posisi semula, yaitu: amar ma’ruf, nahi munkar, dan iman kepada Allah.
Saran
Dalam menghadapi dampak negatif iptek, dibutuhkan kerjasama dari seluruh elemen masyarakat melalui kontrol sosial yang kuat untuk mengarahkan iptek tetap berada di posisi yang benar. Oleh karena itu, melalui pendidikan Islam inilah, mari kita bersama-sama menghadapi kemajuan iptek ini dengan menyikapinya secara bijak.
Saya selaku penyusun, mengharapkan apresiasi pembaca untuk memperbaiki makalah ini sebagai bahan perbaikan di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Attas, Syed M. Naquib. 2003. Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam. Bandung: Mizan.
Al-Qarni, Aidh. 2006. Cahaya Pencerahan. Jakarta: Qisthi Press.
Asy Sya’rawi, M. Mutawalli. 2003. Anda Bertanya Islam Menjawab. Jakarta: Gema Insani Press.
Azizy, A. Qadri. 2004. Melawan Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
El-Sulthani, Mawardi Labay. 2003. Zuhud di Zaman Modern. Jakarta: Al-Mawardi Prima.
Faruqi, Isma’il Raji M. 1984. Islamisasi Pengetahuan. Bandung: Pustaka.
Geovanie, Jeffrie. 2008. Membela Akal Sehat. Jakarta: RMBooks.
Jazuli, Ahzani Samiun. 2006. Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani.
Nakosteen, Mehdi. 2003. Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barat. Surabaya: Risalah Gusti.
Nizar, Samsul. 2007. Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
http://rakim-ypk.blogspot.com/2008/06/dampak-teknologi-terhadap-kehidupan.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/01/definisi-iptek-dan-perkembangannya/
http://www.pendidikanislam.net/peranan-agama-dalam-pembangunan-iptek
Sabtu, 26 Juni 2010
Selasa, 12 Januari 2010
TREN BUNUH DIRI DI KALANGAN MASYARAKAT MODERN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ranah Indonesia dikejutkan dengan berita yang ramai beredar beberapa waktu terakhir ini. Topik yang sedang menghangat adalah maraknya peristiwa bunuh diri di masyarakat kita. Tak hanya dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, kaum socialite pun ramai-ramai turut menambah daftar panjang pelaku bunuh diri. Dan yang lebih memprihatinkan, pelaku bunuh diri ini tidak hanya usia dewasa tetapi juga dilakukan oleh anak-anak yang seharusnya masih menikmati masa bermain mereka.
Bunuh diri yang disebut juga suicide di dunia medis memiliki pengertian serupa tapi tak sama dengan euthanasia. Bunuh diri dianggap sebagai kedaruratan psikiatri. Para ahli psikiatri tidak selamanya mengategorikan bunuh diri sebagai perilaku pribadi yang mengalami gangguan jiwa saja karena terkadang ditemukan pula kasus pelaku bunuh diri yang tidak dalam kondisi mengalami gangguan kejiwaan. Tetapi memang resiko bunuh diri pada orang yang mengalami gangguan jiwa jauh lebih besar daripada orang-orang yang tidak memiliki gangguan kejiwaan.
Begitu banyak alasan yang ditemukan atas perilaku bunuh diri, bahkan tidak sedikit peristiwa-peristiwa bunuh diri ini dilatarbelakangi oleh masalah sepele. Hal ini menjadi potret suram yang menunjukkan kepada kita betapa lemahnya mental masyarakat sehingga dengan mudahnya mengambil jalan pintas melalui bunuh diri sebagai solusi. Sungguh sangat ironis saat perilaku bunuh diri menjadi pilihan utama bagi mereka yang sudah menyerah pada hidup, sementara tidak sedikit orang-orang yang memiliki masalah jauh lebih rumit tetap bisa survive. Bahkan menjadi lebih mengherankan, bunuh diri kini seolah menjadi tren dan gaya hidup di kalangan masyarakat modern. Terkadang pelaku bunuh diri melakukan tindakan -yang saya anggap sangat konyol- tersebut hanya untuk sekedar mencari perhatian.
Kemajuan teknologi informasi dan kebebasan pers pun turut andil dalam memasyarakatkan bunuh diri. Informasi yang disampaikan media bukan diterima sebagai pembelajaran, akan tetapi pada akhirnya banyak dicontoh dan diikuti oleh masyarakat luas.
Kondisi tersebut tentu sangat meresahkan kita karena tantangan hidup akan semakin meningkat setiap saat. Bila saat ini saja mental masyarakat semakin melemah, tentu kita sudah dapat memprediksi kehancuran bangsa di kemudian hari.
Kenyataan ini menarik perhatian saya untuk mengkaji permasalahan bunuh diri yang sudah begitu mewabah di berbagai kalangan masyarakat. Sebagai bangsa modern, tentu kita tidak boleh terlindas roda kemajuan zaman. Semakin berkembang suatu bangsa, semakin berkembang pula permasalahan yang menghadangnya, tetapi tentu saja solusi yang tersedia pun semakin bervariatif. Karena itu, saya merasa perlu mengkaji berbagai hal yang melatarbelakangi merebaknya perilaku bunuh diri di masyarakat agar kita dapat menemukan formula yang dapat menekan angka bunuh diri serendah-rendahnya. Bahkan harapan terbesar tentu agar dapat menghentikan angka perilaku tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep bunuh diri, berkaitan dengan definisi, latar belakang, jenis, dan tinjauan terhadap perilaku bunuh diri tersebut?
2. Bagaimana tren bunuh diri di kalangan masyarakat modern?
3. Bagaimana upaya penanggulangan tren bunuh diri di kalangan masyarakat modern?
C. Tujuan Penulisan
Dari paparan latar belakang dan rumusan masalah di atas, saya mengharapkan pada akhirnya kita dapat mengambil poin-poin penting berikut ini:
1. Mengetahui konsep bunuh diri secara lebih mendalam baik berupa definisi, latar belakang, jenis, maupun tinjauan terhadap perilaku tersebut.
2. Mengetahui kondisi terakhir tren bunuh diri yang sudah semakin meluas di kalangan masyarakat modern.
3. Mengetahui dan dapat menerapkan formula yang lebih baik dalam upaya penanggulangan tren bunuh diri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Bunuh Diri
Bunuh diri yang telah begitu mewabah di masyarakat modern menjadi salah satu kasus yang menarik perhatian dewasa ini. Beberapa tahun terakhir, angka kematian yang disebabkan aksi bunuh diri terus meningkat. Kemajuan di berbagai bidang menjadi pemicu permasalahan hidup yang semakin kompleks dan akhirnya banyak orang memilih bunuh diri sebagai solusinya.
Egosentrisme yang dianut masyarakat modern menyebabkan melemahnya kontrol sosial di masyarakat sehingga tanpa kita sadari kini kita semakin tidak peduli terhadap berbagai hal di luar diri. Mobilitas ekonomi dan sosial akhirnya melindas mereka yang tidak mampu bertahan menghadapi berbagai persaingan. Untuk mengarahkan kita pada formula penanggulangan angka bunuh diri agar tidak semakin meningkat, tentu kita perlu mengetahui konsep bunuh diri terlebih dahulu.
1. Pengertian Bunuh Diri
Bunuh diri adalah upaya menghentikan hidup dengan menghilangkan nyawa diri sendiri. Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kedaruratan psikiatri. Dikatakan seperti itu karena selain menunjukkan ketidakseimbangan mental, pengaruh yang diberikan kepada lingkungan sekitar pun sangat berbahaya. Bunuh diri sering diistilahkan dengan kata suicide di dunia medis.
2. Latar Belakang Perilaku Bunuh Diri
Cukup banyak faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku bunuh diri. Beberapa factor yang dapat saya uraikan diantaranya:
Faktor genetik. Para ahli psikiatri sepakat bahwa bunuh diri dapat disebabkan oleh faktor genetik. Seseorang yang memiliki riwayat aksi bunuh diri memungkinkan menurunkan perilakunya itu terhadap keturunannya.
Adanya penurunan serotonin yang dapat menyebabkan depresi, dapat menimbulkan resiko terjadinya aksi bunuh diri. Depresi merupakan kondisi medis yang disebabkan karena adanya disregulasi neurotransmitter (penurunan kemampuan zat penghantar dalam sistem syaraf) terutama serotonin (neurotransmitter yang mengatur perasaan) dan norepinefrin (neurotransmitter yang mengatur energi dan minat).
Egoistik (tidak dapat berbaur dengan masyarakat), akruistik (menolong orang lain dengan mengorbankan diri sendiri), dan anomik (kesulitan berinteraksi dan beradaptasi) adalah tiga faktor yang dapat memicu seseorang melakukan bunuh diri. (Teori sosiologi Emile Durkeim).
Marah terhadap diri sendiri. (Teori psikoanalitik Sigmund Freud dan Karl Menninger).
Adanya fantasi mendapatkan kehidupan lebih baik yang disebabkan keputusasaan sehingga pelaku menganggap bunuh diri adalah solusi terbaik yang menjanjikan keindahan dan kebahagiaan.
Faktor predisposisi (faktor bawaan). Bunuh diri akibat penyakit jiwa yang tidak terdeteksi sebelumnya merupakan kasus bunuh diri terbesar yang terdata WHO.
Perasaan malu yang berlebihan maupun rendah diri dapat pula melatarbelakangi seseorang untuk mengakhiri hidupnya.
Balas dendam. Hal ini menjadi pemicu bunuh diri saat seseorang mengalami penolakan. Tujuan pelaku bunuh diri ini adalah untuk menyakiti pihak yang telah menolaknya. Contohnya pada kasus remaja yang menerima penolakan dari orang tua atau orang terdekatnya.
Intoksisasi (penyalahgunaan obat terlarang dan alkoholisme).
Ketidakmampuan tubuh dalam menahan rasa sakit seperti pasien dengan penyakit kronis.
Riwayat bunuh diri. Orang yang pernah melakukan usaha bunuh diri tetapi gagal dan nyawanya dapat terselamatkan memiliki resiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri kembali.
Latar belakang yang paling utama dari sekian banyak upaya bunuh diri adalah kurangnya keimanan kepada Allah SWT. Kondisi ini menyebabkan seseorang tidak mampu bertahan karena merasa tidak memiliki penolong. Sementara orang yang memiliki keimanan kuat tentu akan senantiasa yakin akan kekuasaan dan pertolongan Allah SWT sehingga dalam situasi seberat apapun, dia akan terus berusaha untuk tetap survive.
3. Jenis-Jenis Bunuh Diri
Pada dasarnya semua jenis bunuh diri menuju pada titik yang sama yaitu mengakhiri hidup. Pengklasifikasian bunuh diri ini hanya didasarkan pada latar belakang dan caranya saja. Dan untuk memudahkan pengklasifikasian jenis bunuh diri ini, saya menggabungkan seluruh kategori klasifikasi jenis bunuh diri.
Adapun beberapa jenis bunuh diri yang saya peroleh adalah:
1. Suicide.
Suicide adalah perilaku bunuh diri berdasarkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA, skizofrenia, gangguan kepribadian (paranoid, borderline, antisocial).
Terdapat tiga jenis suicide, yaitu: egoistic suicide (bunuh diri karena masalah pribadi), anomic suicide (bunuh diri karena kebingungan masyarakat secara umum/bunuh diri massal), dan akruistic suicide (bunuh diri untuk memperjuangkan orang lain).
Kasus bunuh diri yang terjadi di Indonesia hampir seluruhnya termasuk ke dalam kategori egoistic suicide. Kalaupun ada kasus dalam dua jenis bunuh diri yang lain, maka persentasenya sangat kecil.
2. Euthanasia.
Euthanasia adalah tindakan pemutusan kehidupan dengan maksud menghilangkan penderitaan pasien. Euthanasia dilakukan oleh dokter. Karenanya euthanasia ini diperdebatkan apakah tergolong jenis bunuh diri atau tidak. Tetapi ada pula kasus euthanasia yang dilakukan berdasarkan permintaan pasien itu sendiri, sehingga bila dilihat dari alasan tersebut maka euthanasia termasuk ke dalam jenis bunuh diri.
3. Harakiri/seppuku.
Harakiri adalah bahasa umum yang digunakan untuk istilah bunuh diri di Jepang, sedangkan seppuku merupakan istilah resmi untuk bunuh diri ritual tradisional. Dikatakan bunuh diri ritual karena seppuku ini memiliki ritual tersendiri yang harus dilalui.
Tradisi seppuku ini dikenal di kalangan samurai Jepang untuk membela harga diri dan kehormatannya, serta bukti kesetiaannya. Sebelum ajaran Budha -yang memperkenalkan keagungan sebuah kematian- masuk ke Jepang, masyarakat tidak mengenal tradisi ini karena mereka lebih mencintai keindahan dunia daripada harus mati dengan cara mengenaskan.
Pada masa dinasti Shogun, seppuku sempat dilarang di Jepang. Bagi pelaku dan pendukungnya akan dikenakan hukuman yang sangat keras. Tradisi seppuku ini melibatkan banyak orang di dalamnya, diantaranya harus terdapat saksi-saksi, pengawas, dan pembantu.
Upacara seppuku dilakukan dengan cara mengeluarkan isi perut secara perlahan dan tanpa sentakan kemudian proses kematian sang samurai itu diselesaikan oleh pembantu. Lokasi dari suatu seppuku yang diperintahkan secara resmi sangat penting. Seringkali upacara tersebut dilakukan di kuil (tetapi tidak di kuil Shinto), di taman atau vila, dan di dalam rumah. Ukuran dari tempat yang tersedia juga sangat penting, dan dipilih secara teliti oleh samurai.
Perut menjadi pilihan dalam ritual seppuku karena orang Jepang dahulu meyakini bahwa perut merupakan tempat bersemayamnya nyawa. Perut adalah pusat seluruh tubuh yang menjadi sasaran penyampaian kehendak, pemikiran, kebaikan, keberanian, semangat, kemarahan, permusuhan, dan lain-lain. Maka untuk menghentikan keburukan dalam diri dan mencapai kebaikan abadi harus dilakukan penyucian diri melalui ritual seppuku ini.
4. Jisatsu.
Jisatsu adalah upaya bunuh diri modern di Jepang. Jisatsu memiliki beberapa perbedaan yang sangat nyata dengan seppuku meskipun akhir yang didapat adalah sama. Jisatsu merupakan aksi bunuh diri yang diakibatkan alih kultural dalam masyarakat modern tanpa melalui berbagai ritual. Prosesnya pun sangat cepat seperti yang dilakukan oleh pelaku jisatsu pertama yang memotong urat nadinya. Sedangkan seppuku dimaknai oleh masyarakat modern sebagai aksi anti-modernisasi dengan kembali ke pola masa lampau. Seppuku lebih didasarkan pada pembelaan harga diri, kehormatan, dan kesetiaan dengan melalui ritual yang memperlambat proses kematiannya. Seppuku hanya dilakukan dengan merobek perut dan diakhiri tebasan di leher, sedangkan jisatsu tidak memiliki tata cara khusus. Jisatsu ini serupa dengan aksi-aksi bunuh diri yang kita saksikan dewasa ini.
5. Kamikaze.
Kamikaze adalah bunuh diri yang dilakukan oleh pasukan Angkatan Udara Jepang dengan menabrakkan pesawatnya ke arah musuh. Mereka menganggap aksi ini merupakan aksi patriotik dan heroik sebagai suatu kebanggan. Dewasa ini, model bunuh diri untuk menghancurkan lawan seperti kamikaze ini pun banyak terjadi meskipun dengan sarana berbeda.
6. Raiden.
Jenis bunuh diri ini serupa dengan kamikaze, yang membedakan adalah sarananya. Raiden menggunakan kapal laut atau kapal selam untuk menghancurkan musuh dengan cara menabrakkannya juga.
7. Bom Bunuh Diri
Bunuh diri dengan menggunakan bom sekarang begitu marak berlangsung. Tujuan pelaku bom bunuh diri ini adalah untuk menghancurkan lawan. Hanya saja, banyak peristiwa bom bunuh diri yang dilakukan bukan dalam kondisi perang seperti kasus yang terjadi di negara kita. Contohnya pada kasus bom Bali atau bom Hotel Marriot. Kedua peristiwa tersebut sama-sama disebut sebagai aksi bom bunuh diri.
4. Tinjauan Terhadap Perilaku Bunuh Diri
Bila dilihat dari jenis bunuh diri seperti yang telah disebutkan di atas, kita melihat bahwa aksi bunuh diri ini dipelopori oleh tradisi di Jepang dengan berbagai varian cara yang akhirnya banyak diadaptasi oleh kita.
Akan tetapi terdapat perbedaan mendasar antara tradisi bunuh diri ritual Jepang tempo dulu dengan aksi bunuh diri modern saat ini. Perbedaan itu terletak pada latar belakang dan tujuan moral pelakunya. Pada tradisi Jepang, bunuh diri dianggap sebagai bentuk patriotisme dalam upaya mempertahankan harga diri dan kehormatan serta bentuk kesetiaan kepada pimpinan maupun kelompok. Sementara aksi bunuh diri modern yang marak saat ini merupakan kedaruratan psikiatri yang disebabkan ketidakseimbangan mental dan lebih kepada bentuk egoistic suicide.
Tradisi bunuh diri di Jepang dapat bertahan cukup lama karena tidak ada beban psikologis pada pelakunya seperti rasa berdosa. Masyarakat Jepang tidak mempunyai konsep dosa dan hanya berdasar pada etika bermasyarakat saja. Dalam hidup bersosial, apabila mereka melakukan kesalahan, kesalahannya itu diyakini hanya kesalahan pada manusia, tidak kepada Tuhan. Mereka bertanggung jawab kepada sesama manusia saja karena tidak adanya konsep ketuhanan dalam masyarakat Jepang secara umum.
Bunuh diri dalam tradisi Jepang tidak dianggap sebagai sebuah penyimpangan perilaku, tetapi bahkan dianggap sebagai bentuk tanggung jawab untuk menjaga kehormatan dan kesetiaannya. Pelaku seppuku mendapat gelar dan tempat terhormat di dalam masyarakat seolah mereka adalah pahlawan bagi bangsa tersebut.
Sedangkan bunuh diri dalam tatanan sosial masyarakat kita tidak pernah dibenarkan, baik berupa bom bunuh diri maupun egoistic suicide. Bunuh diri sangat merugikan banyak pihak, tidak hanya bagi pelakunya tetapi juga bagi orang lain. Meskipun bom bunuh diri diyakini sebagai gerakan patriotik oleh pelakunya, tetapi menurut saya, aksi bom bunuh diri itu tidak ada bedanya dengan egoistic suicide, yaitu sebagai bentuk kepengecutan dalam menghadapi realita. Sebagai bangsa yang beradab, seharusnya kita tidak merusak tatanan hidup dengan merugikan diri sendiri dan orang lain.
Bunuh diri merupakan cermin degradasi moral dan kegagalan pembinaan mental suatu bangsa. Bila pembinaan mental dari suatu bangsa itu baik, tentu akan menciptakan masyarakat yang bermental baja dan siap dalam menghadapi situasi apapun. Karena itu, maraknya aksi bunuh diri saya anggap sebagai kegagalan kolektif yang harus diperbaiki secara menyeluruh oleh seluruh komponen bangsa.
Sementara dalam Islam, sudah sangat jelas bahwa Allah SWT melarang bunuh diri. Bunuh diri adalah cermin dari keputusasaan terhadap rahmat Allah SWT. Firman-Nya dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 29-30:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً ﴿٢٩﴾ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَاناً وَظُلْماً فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَاراً وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللّهِ يَسِيراً ﴿٣٠﴾
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
30. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS An-Nisa: 29-30).
Ayat di atas jelas menunjukkan kepada kita tentang larangan bunuh diri dan ancaman bagi mereka yang melanggar aturan-Nya. Selain ayat Al-Quran di atas, larangan bunuh diri juga dinyatakan dengan tegas oleh Rasulullah SAW. Beliau bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ ، فَهْوَ فِى نَارِ جَهَنَّمَ ، يَتَرَدَّى فِيهِ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا ، وَمَنْ تَحَسَّى سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ ، فَسَمُّهُ فِى يَدِهِ ، يَتَحَسَّاهُ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا ، وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ ، فَحَدِيدَتُهُ فِى يَدِهِ ، يَجَأُ بِهَا فِى بَطْنِهِ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا » (رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ وَمُسْلِمٌ)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa menjatuhkan diri dari gunung lalu ia (bertujuan) membunuh dirinya maka dia di dalam neraka jahannam dalam keadaan menjatuhkan diri di dalamnya, selama-lamanya abadi di dalamnya (bagi orang yang menghalalkan membunuh dirinya). Dan barangsiapa minum (makan) racun lalu (bertujuan) membunuh dirinya maka racun di tangannya akan diminumnya di neraka jahannam, selama-lamanya abadi di dalamnya (bagi orang yang menghalalkan membunuh dirinya). Dan barangsiapa membunuh dirinya dengan besi maka besi di tangannya akan ditikamkannya (dan dipukul) dengan besi itu ke perutnya di dalam neraka jahannam, selama-lamanya abadi di dalamnya (bagi orang yang menghalalkan membunuh dirinya). (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Allah SWT tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan manusia. Sesunguhnya Allah SWT telah mengukur kadar kemampuan manusia, karenanya tidak seharusnya manusia berputus asa. Berbagai kenikmatan dan kemudahan telah Allah SWT berikan, hanya saja manusia terkadang tidak mampu membaca peluang yang disediakan sehingga akhirnya memilih untuk mengakhiri hidupnya. Maka atas alasan apapun, bunuh diri adalah suatu kesalahan yang tidak dapat dibenarkan.
B. Bunuh Diri di Era Modern
Kenyataan yang terjadi di masyarakat dewasa ini sungguh sangat memprihatinkan. Angka bunuh diri semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan semakin pesatnya kemajuan di berbagai bidang. Dahulu himpitan ekonomi menjadi alasan yang banyak ditemukan dalam kasus-kasus bunuh diri di Indonesia. Tetapi kini alasan bunuh diri lebih bervariatif. Ada yang mengakhiri hidup karena ketidak harmonisan di dalam keluarga, tidak lulus ujian, kalah dalam kompetisi, putus dengan kekasih, dan berbagai alasan lain yang tidak seharusnya menjadikan diri berputus asa dari rahmat Allah SWT.
Pada kasus bunuh diri di Indonesia, cukup banyak alasan yang -menurut saya- menjadi penyebab mewabahnya aksi bunuh diri sehingga menjadi tren di masyarakat kita.
1. Penyebab
Semakin maraknya aksi bunuh diri tidak lepas dari peran media yang begitu terbuka menayangkan kasus-kasus bunuh diri. Pada dasarnya tujuan media menyampaikan informasi secara terbuka adalah agar masyarakat dapat mengambil pelajaran sehingga tidak terjadi lagi peristiwa yang sama. Tetapi yang terjadi adalah semakin meningkatnya aksi-aksi bunuh diri. Keberanian –bila dapat dianggap sebagai sebuah keberanian- untuk mengakhiri hidup seakan dibangkitkan dari alam bawah sadar masyarakat. Media pun seolah memberi petunjuk tentang berbagai tata cara bunuh diri yang termudah dan tercepat.
Selain media, maraknya aksi bunuh diri juga disebabkan kurangnya kepedulian kita terhadap lingkungan sekitar. Kita tidak menyadari bahwa di sekitar kita banyak orang yang membutuhkan perhatian dan rengkuhan kita. Kita terlalu sibuk dengan urusan pribadi sehingga melupakan lingkungan di luar diri kita. Lemahnya solidaritas masyarakat memicu peningkatan aksi bunuh diri. Bila kita dapat mendeteksi gejala awal pelaku bunuh diri ini, tentu peristiwa tersebut dapat kita cegah sedini mungkin.
Kurangnya penanaman agama dan nilai-nilai moral di masyarakat juga menjadi hal terpenting yang menyebabkan tren bunuh diri di masyarakat. Pelaku bunuh diri menganggap bahwa setelah kematian, mereka akan terlepas dari semua masalah dan beban yang menghimpit. Mereka tidak berpikir bahwa aksinya itu ternyata menimbulkan berbagai persoalan baru yang lebih kompleks baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Orang yang beriman tentu akan meyakini bahwa setelah kematian ada kehidupan abadi untuk mempertanggungjawabkan perilaku kita selama di dunia. Dan orang yang bermoral tentu tidak ingin memberi masalah bagi orang lain dan tidak akan membiarkan dirinya menjadi contoh buruk yang diikuti banyak orang.
Dunia yang terus berputar dan peradaban yang terus berkembang menyebabkan masyarakat terhimpit beban yang luar biasa berat. Bagi mereka yang bermental baja, kondisi apapun tentu takkan berpengaruh buruk bagi dirinya. Sementara bagi mereka yang tidak mampu menghadapi perkembangan peradaban akan semakin terseret oleh derasnya kemajuan zaman. Keimanan dan mental yang lemah menyebabkan masyarakat mencari solusi termudah dan tercepat sehingga akhirnya bunuh diri pun terpilih sebagai jalan yang dianggap terbaik. Padahal bunuh diri itu bukan solusi dan tidak menyelesaikan apapun.
2. Kondisi Riil
Di Indonesia, tercatat lebih dari 50.000 orang setiap tahunnya melakukan upaya bunuh diri. Dan selama 3 tahun terakhir ini, angka tersebut terus meningkat. Angka yang luar biasa besar bagi peristiwa yang sia-sia. Begitu mudah masyarakat kita menyia-nyiakan kesempatan hidup yang Allah SWT berikan.
Ternyata meningkatnya kasus bunuh diri ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja selaku negara berkembang. Bahkan di negara maju pun, seperti Amerika dan Jepang, angka bunuh diri jauh lebih besar daripada di negara kita. Mereka lelah menghadapi kemajuan teknologi dan industri yang terlampau pesat sehingga tidak mampu mengikuti perkembangan tersebut. Negara-negara besar menempati urutan teratas jumlah pelaku bunuh diri.
Beberapa kasus di negeri kita akan saya kemukakan di bawah ini agar kita mengetahui betapa sia-sianya perilaku bunuh diri yang pada dasarnya tidak memberikan kontribusi apapun terhadap penyelesaian masalah.
Ciamis, seorang perempuan ditemukan tewas tergantung di kamarnya setelah kekalahan dalam pemilihan anggota legislatif lalu. Dan ternyata tidak hanya di Ciamis, tidak hanya perempuan pula yang melakukan bunuh diri karena tumbang dalam pemilihan anggota legislatif tersebut. Hampir di setiap daerah ditemukan korban bunuh diri dengan latar belakang yang sama.
Surabaya, seorang ibu menghabisi keempat anaknya kemudian disusul dengan aksi bunuh diri dengan latar belakang himpitan ekonomi. Di Bandung pun ditemukan kasus serupa.
Cukup banyak kasus pada anak-anak yang nekad bunuh diri karena tidak lulus dalam ujian. Padahal masa depan mereka tidak ditentukan oleh kelulusan saja, masih banyak kesempatan yang dapat diambil oleh mereka. Tetapi akhirnya kita kehilangan putra-putri bangsa dengan sia-sia.
Ada pula seorang remaja yang bunuh diri karena diputuskan pacarnya atau ditolak oleh pujaan hatinya.
Masih banyak lagi kasus bunuh diri yang ditemukan dan terungkap media. Kondisi ini begitu mengkhawatirkan. Sudah begitu lemahnya mental bangsa kita sehingga memilih jalan sia-sia. Potensi yang seharusnya dikembangkan secara optimal akhirnya harus terbuang percuma.
C. Upaya Menanggulangi Bunuh Diri
Dalam menanggulangi bunuh diri ini, diperlukan kerja keras dari semua elemen bangsa, dibutuhkan kebersamaan yang kuat. Kita tidak bisa melemparkan masalah dan tanggung jawab kepada pihak-pihak tertentu saja, pemerintah atau pendidik misalnya. Karena masalah tren bunuh diri adalah masalah kita semua. Kemungkinan terjadi pada orang-orang terdekat kita sangat besar. Karenanya, dibutuhkan kerja sama yang solid antara kita semua.
Para orang tua harus senantiasa mengawasi dan memberi pengertian kepada anak dalam menghadapi berbagai persoalan. Begitu pula para pendidik harus senantiasa memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta didiknya agar senantiasa siaga menghadapi badai kehidupan. Pemuka agama harus senantiasa memberi motivasi untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Pemerintah meningkatkan taraf hidup masyarakat dan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat untuk memperkecil kompleksitas permasalahan yang terjadi di masyarakat. Dengan usaha yang keras dan bahu membahu antara seluruh komponen bangsa, diharapkan dapat menurunkan angka bunuh diri di negara kita. Saya yakin, bila permasalahan di masyarakat terus diminimalisir, bunuh diri tidak akan menjadi tren dan pilihan masyarakat. Terpenting, bangsa kita akan terselamatkan dari kehancuran.
Adapun upaya penanggulangan bunuh diri secara khusus akan saya uraikan sebagai berikut:
Kenali setiap perubahan atau gejala bunuh diri pada orang-orang terdekat kita.
Tumbuhkan suasana yang penuh kasih sayang dan pengertian di lingkungan kita.
Saling memberi motivasi dan menasehati dalam kebaikan.
Beri dukungan terhadap orang-orang di sekitar kita.
Yakinkan bahwa Allah SWT senantiasa bersama kita dan Dia akan memberi pertolongan kepada kita.
Dampingi orang yang terindikasi memiliki resiko bunuh diri.
Menghibur orang yang berduka dan menguatkannya.
Mengembangkan sikap empati dalam diri.
Berbagi kebahagiaan dan keceriaan bersama orang lain.
Akhirnya, saya ingin mengajak rekan pembaca untuk merenungkan semua nikmat yang Allah berikan kepada kita, seandainya kita mencoba untuk menghitung nikmat itu niscaya kita tidak akan mampu menghitung dan mencatatnya meskipun seluruh lautan dijadikan tinta untuk menulis nikmat tersebut. Yakinlah bahwa cobaan yang Allah berikan tidak lebih besar dari batas kemampuan kita dan tidak lebih banyak pula dari nikmat yang Allah anugrahkan kepada kita. Tetap bersabar dan bersyukur dapat memberi ketenangan pada jiwa kita. Menyerah pada hidup hidup sama artinya dengan mengkufuri nikmat Allah dan menghilangkan keyakinan kepada-Nya. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya yang tetap berpegang teguh pada-Nya. Dan di setiap cobaan yang diberikan, Allah senantiasa menyediakan anugrah yang terbaik.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Semakin maraknya aksi bunuh diri seakan telah menjadi tren dan gaya hidup di masyarakat modern. Tak hanya di negara berkembang seperti negeri kita, meningkatnya angka bunuh diri juga terjadi di negara-negara maju, bahkan menempati urutan teratas. Bunuh diri ini menjadi permasalahan global yang dihadapi seluruh bangsa di dunia.
Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat begitu mudah mengakhiri hidupnya. Tetapi yang paling sering dianggap sebagai pemicu bunuh diri adalah himpitan ekonomi.
Di Indonesia, jenis bunuh diri yang banyak ditemukan adalah egoistic suicide (bunuh diri karena masalah pribadi). Sementara jenis bunuh diri yang lain hanya sedikit ditemukan di negeri kita.
B. Saran
Dari uraian yang telah saya sampaikan, saya berharap kita mampu mengenali tren bunuh diri yang semakin meluas sehingga kita dapat mendeteksi gejala awal pelaku bunuh diri dan mencegah terjadinya aksi bunuh diri di sekitar kita. Mari kita selamatkan bangsa ini dari kehancuran.
Saya begitu menyadari ketidaksempurnaan diri ini. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan partisipasi pembaca secara umum untuk menyampaikan saran dan kritik demi perbaikan penulisan-penulisan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Amir. 1997. Bunga Rampai Hukum Kesehatan. Jakarta: Widia Medika.
Berkowitz, Leonard. 1995. Emotional Behavior. Jakarta: PPM.
Tom, David A. 2003. Psikiatri. Jakarta: EGC.
Varcarolis, E M. 2000. Psychiatric Nursing Clinical Guide. Philadelphia: WB Saunder Company.
Yanello, Patrick David. 2005. Personality Reality. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
http://karun99oni.wordpress.com/2008/01/24/suatu-pembacaan-ulang-mengenai-arti-bunuh-diri-di-jepang
http://one.indoskripsi.com/node/8664
A. Latar Belakang
Ranah Indonesia dikejutkan dengan berita yang ramai beredar beberapa waktu terakhir ini. Topik yang sedang menghangat adalah maraknya peristiwa bunuh diri di masyarakat kita. Tak hanya dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, kaum socialite pun ramai-ramai turut menambah daftar panjang pelaku bunuh diri. Dan yang lebih memprihatinkan, pelaku bunuh diri ini tidak hanya usia dewasa tetapi juga dilakukan oleh anak-anak yang seharusnya masih menikmati masa bermain mereka.
Bunuh diri yang disebut juga suicide di dunia medis memiliki pengertian serupa tapi tak sama dengan euthanasia. Bunuh diri dianggap sebagai kedaruratan psikiatri. Para ahli psikiatri tidak selamanya mengategorikan bunuh diri sebagai perilaku pribadi yang mengalami gangguan jiwa saja karena terkadang ditemukan pula kasus pelaku bunuh diri yang tidak dalam kondisi mengalami gangguan kejiwaan. Tetapi memang resiko bunuh diri pada orang yang mengalami gangguan jiwa jauh lebih besar daripada orang-orang yang tidak memiliki gangguan kejiwaan.
Begitu banyak alasan yang ditemukan atas perilaku bunuh diri, bahkan tidak sedikit peristiwa-peristiwa bunuh diri ini dilatarbelakangi oleh masalah sepele. Hal ini menjadi potret suram yang menunjukkan kepada kita betapa lemahnya mental masyarakat sehingga dengan mudahnya mengambil jalan pintas melalui bunuh diri sebagai solusi. Sungguh sangat ironis saat perilaku bunuh diri menjadi pilihan utama bagi mereka yang sudah menyerah pada hidup, sementara tidak sedikit orang-orang yang memiliki masalah jauh lebih rumit tetap bisa survive. Bahkan menjadi lebih mengherankan, bunuh diri kini seolah menjadi tren dan gaya hidup di kalangan masyarakat modern. Terkadang pelaku bunuh diri melakukan tindakan -yang saya anggap sangat konyol- tersebut hanya untuk sekedar mencari perhatian.
Kemajuan teknologi informasi dan kebebasan pers pun turut andil dalam memasyarakatkan bunuh diri. Informasi yang disampaikan media bukan diterima sebagai pembelajaran, akan tetapi pada akhirnya banyak dicontoh dan diikuti oleh masyarakat luas.
Kondisi tersebut tentu sangat meresahkan kita karena tantangan hidup akan semakin meningkat setiap saat. Bila saat ini saja mental masyarakat semakin melemah, tentu kita sudah dapat memprediksi kehancuran bangsa di kemudian hari.
Kenyataan ini menarik perhatian saya untuk mengkaji permasalahan bunuh diri yang sudah begitu mewabah di berbagai kalangan masyarakat. Sebagai bangsa modern, tentu kita tidak boleh terlindas roda kemajuan zaman. Semakin berkembang suatu bangsa, semakin berkembang pula permasalahan yang menghadangnya, tetapi tentu saja solusi yang tersedia pun semakin bervariatif. Karena itu, saya merasa perlu mengkaji berbagai hal yang melatarbelakangi merebaknya perilaku bunuh diri di masyarakat agar kita dapat menemukan formula yang dapat menekan angka bunuh diri serendah-rendahnya. Bahkan harapan terbesar tentu agar dapat menghentikan angka perilaku tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep bunuh diri, berkaitan dengan definisi, latar belakang, jenis, dan tinjauan terhadap perilaku bunuh diri tersebut?
2. Bagaimana tren bunuh diri di kalangan masyarakat modern?
3. Bagaimana upaya penanggulangan tren bunuh diri di kalangan masyarakat modern?
C. Tujuan Penulisan
Dari paparan latar belakang dan rumusan masalah di atas, saya mengharapkan pada akhirnya kita dapat mengambil poin-poin penting berikut ini:
1. Mengetahui konsep bunuh diri secara lebih mendalam baik berupa definisi, latar belakang, jenis, maupun tinjauan terhadap perilaku tersebut.
2. Mengetahui kondisi terakhir tren bunuh diri yang sudah semakin meluas di kalangan masyarakat modern.
3. Mengetahui dan dapat menerapkan formula yang lebih baik dalam upaya penanggulangan tren bunuh diri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Bunuh Diri
Bunuh diri yang telah begitu mewabah di masyarakat modern menjadi salah satu kasus yang menarik perhatian dewasa ini. Beberapa tahun terakhir, angka kematian yang disebabkan aksi bunuh diri terus meningkat. Kemajuan di berbagai bidang menjadi pemicu permasalahan hidup yang semakin kompleks dan akhirnya banyak orang memilih bunuh diri sebagai solusinya.
Egosentrisme yang dianut masyarakat modern menyebabkan melemahnya kontrol sosial di masyarakat sehingga tanpa kita sadari kini kita semakin tidak peduli terhadap berbagai hal di luar diri. Mobilitas ekonomi dan sosial akhirnya melindas mereka yang tidak mampu bertahan menghadapi berbagai persaingan. Untuk mengarahkan kita pada formula penanggulangan angka bunuh diri agar tidak semakin meningkat, tentu kita perlu mengetahui konsep bunuh diri terlebih dahulu.
1. Pengertian Bunuh Diri
Bunuh diri adalah upaya menghentikan hidup dengan menghilangkan nyawa diri sendiri. Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kedaruratan psikiatri. Dikatakan seperti itu karena selain menunjukkan ketidakseimbangan mental, pengaruh yang diberikan kepada lingkungan sekitar pun sangat berbahaya. Bunuh diri sering diistilahkan dengan kata suicide di dunia medis.
2. Latar Belakang Perilaku Bunuh Diri
Cukup banyak faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku bunuh diri. Beberapa factor yang dapat saya uraikan diantaranya:
Faktor genetik. Para ahli psikiatri sepakat bahwa bunuh diri dapat disebabkan oleh faktor genetik. Seseorang yang memiliki riwayat aksi bunuh diri memungkinkan menurunkan perilakunya itu terhadap keturunannya.
Adanya penurunan serotonin yang dapat menyebabkan depresi, dapat menimbulkan resiko terjadinya aksi bunuh diri. Depresi merupakan kondisi medis yang disebabkan karena adanya disregulasi neurotransmitter (penurunan kemampuan zat penghantar dalam sistem syaraf) terutama serotonin (neurotransmitter yang mengatur perasaan) dan norepinefrin (neurotransmitter yang mengatur energi dan minat).
Egoistik (tidak dapat berbaur dengan masyarakat), akruistik (menolong orang lain dengan mengorbankan diri sendiri), dan anomik (kesulitan berinteraksi dan beradaptasi) adalah tiga faktor yang dapat memicu seseorang melakukan bunuh diri. (Teori sosiologi Emile Durkeim).
Marah terhadap diri sendiri. (Teori psikoanalitik Sigmund Freud dan Karl Menninger).
Adanya fantasi mendapatkan kehidupan lebih baik yang disebabkan keputusasaan sehingga pelaku menganggap bunuh diri adalah solusi terbaik yang menjanjikan keindahan dan kebahagiaan.
Faktor predisposisi (faktor bawaan). Bunuh diri akibat penyakit jiwa yang tidak terdeteksi sebelumnya merupakan kasus bunuh diri terbesar yang terdata WHO.
Perasaan malu yang berlebihan maupun rendah diri dapat pula melatarbelakangi seseorang untuk mengakhiri hidupnya.
Balas dendam. Hal ini menjadi pemicu bunuh diri saat seseorang mengalami penolakan. Tujuan pelaku bunuh diri ini adalah untuk menyakiti pihak yang telah menolaknya. Contohnya pada kasus remaja yang menerima penolakan dari orang tua atau orang terdekatnya.
Intoksisasi (penyalahgunaan obat terlarang dan alkoholisme).
Ketidakmampuan tubuh dalam menahan rasa sakit seperti pasien dengan penyakit kronis.
Riwayat bunuh diri. Orang yang pernah melakukan usaha bunuh diri tetapi gagal dan nyawanya dapat terselamatkan memiliki resiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri kembali.
Latar belakang yang paling utama dari sekian banyak upaya bunuh diri adalah kurangnya keimanan kepada Allah SWT. Kondisi ini menyebabkan seseorang tidak mampu bertahan karena merasa tidak memiliki penolong. Sementara orang yang memiliki keimanan kuat tentu akan senantiasa yakin akan kekuasaan dan pertolongan Allah SWT sehingga dalam situasi seberat apapun, dia akan terus berusaha untuk tetap survive.
3. Jenis-Jenis Bunuh Diri
Pada dasarnya semua jenis bunuh diri menuju pada titik yang sama yaitu mengakhiri hidup. Pengklasifikasian bunuh diri ini hanya didasarkan pada latar belakang dan caranya saja. Dan untuk memudahkan pengklasifikasian jenis bunuh diri ini, saya menggabungkan seluruh kategori klasifikasi jenis bunuh diri.
Adapun beberapa jenis bunuh diri yang saya peroleh adalah:
1. Suicide.
Suicide adalah perilaku bunuh diri berdasarkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA, skizofrenia, gangguan kepribadian (paranoid, borderline, antisocial).
Terdapat tiga jenis suicide, yaitu: egoistic suicide (bunuh diri karena masalah pribadi), anomic suicide (bunuh diri karena kebingungan masyarakat secara umum/bunuh diri massal), dan akruistic suicide (bunuh diri untuk memperjuangkan orang lain).
Kasus bunuh diri yang terjadi di Indonesia hampir seluruhnya termasuk ke dalam kategori egoistic suicide. Kalaupun ada kasus dalam dua jenis bunuh diri yang lain, maka persentasenya sangat kecil.
2. Euthanasia.
Euthanasia adalah tindakan pemutusan kehidupan dengan maksud menghilangkan penderitaan pasien. Euthanasia dilakukan oleh dokter. Karenanya euthanasia ini diperdebatkan apakah tergolong jenis bunuh diri atau tidak. Tetapi ada pula kasus euthanasia yang dilakukan berdasarkan permintaan pasien itu sendiri, sehingga bila dilihat dari alasan tersebut maka euthanasia termasuk ke dalam jenis bunuh diri.
3. Harakiri/seppuku.
Harakiri adalah bahasa umum yang digunakan untuk istilah bunuh diri di Jepang, sedangkan seppuku merupakan istilah resmi untuk bunuh diri ritual tradisional. Dikatakan bunuh diri ritual karena seppuku ini memiliki ritual tersendiri yang harus dilalui.
Tradisi seppuku ini dikenal di kalangan samurai Jepang untuk membela harga diri dan kehormatannya, serta bukti kesetiaannya. Sebelum ajaran Budha -yang memperkenalkan keagungan sebuah kematian- masuk ke Jepang, masyarakat tidak mengenal tradisi ini karena mereka lebih mencintai keindahan dunia daripada harus mati dengan cara mengenaskan.
Pada masa dinasti Shogun, seppuku sempat dilarang di Jepang. Bagi pelaku dan pendukungnya akan dikenakan hukuman yang sangat keras. Tradisi seppuku ini melibatkan banyak orang di dalamnya, diantaranya harus terdapat saksi-saksi, pengawas, dan pembantu.
Upacara seppuku dilakukan dengan cara mengeluarkan isi perut secara perlahan dan tanpa sentakan kemudian proses kematian sang samurai itu diselesaikan oleh pembantu. Lokasi dari suatu seppuku yang diperintahkan secara resmi sangat penting. Seringkali upacara tersebut dilakukan di kuil (tetapi tidak di kuil Shinto), di taman atau vila, dan di dalam rumah. Ukuran dari tempat yang tersedia juga sangat penting, dan dipilih secara teliti oleh samurai.
Perut menjadi pilihan dalam ritual seppuku karena orang Jepang dahulu meyakini bahwa perut merupakan tempat bersemayamnya nyawa. Perut adalah pusat seluruh tubuh yang menjadi sasaran penyampaian kehendak, pemikiran, kebaikan, keberanian, semangat, kemarahan, permusuhan, dan lain-lain. Maka untuk menghentikan keburukan dalam diri dan mencapai kebaikan abadi harus dilakukan penyucian diri melalui ritual seppuku ini.
4. Jisatsu.
Jisatsu adalah upaya bunuh diri modern di Jepang. Jisatsu memiliki beberapa perbedaan yang sangat nyata dengan seppuku meskipun akhir yang didapat adalah sama. Jisatsu merupakan aksi bunuh diri yang diakibatkan alih kultural dalam masyarakat modern tanpa melalui berbagai ritual. Prosesnya pun sangat cepat seperti yang dilakukan oleh pelaku jisatsu pertama yang memotong urat nadinya. Sedangkan seppuku dimaknai oleh masyarakat modern sebagai aksi anti-modernisasi dengan kembali ke pola masa lampau. Seppuku lebih didasarkan pada pembelaan harga diri, kehormatan, dan kesetiaan dengan melalui ritual yang memperlambat proses kematiannya. Seppuku hanya dilakukan dengan merobek perut dan diakhiri tebasan di leher, sedangkan jisatsu tidak memiliki tata cara khusus. Jisatsu ini serupa dengan aksi-aksi bunuh diri yang kita saksikan dewasa ini.
5. Kamikaze.
Kamikaze adalah bunuh diri yang dilakukan oleh pasukan Angkatan Udara Jepang dengan menabrakkan pesawatnya ke arah musuh. Mereka menganggap aksi ini merupakan aksi patriotik dan heroik sebagai suatu kebanggan. Dewasa ini, model bunuh diri untuk menghancurkan lawan seperti kamikaze ini pun banyak terjadi meskipun dengan sarana berbeda.
6. Raiden.
Jenis bunuh diri ini serupa dengan kamikaze, yang membedakan adalah sarananya. Raiden menggunakan kapal laut atau kapal selam untuk menghancurkan musuh dengan cara menabrakkannya juga.
7. Bom Bunuh Diri
Bunuh diri dengan menggunakan bom sekarang begitu marak berlangsung. Tujuan pelaku bom bunuh diri ini adalah untuk menghancurkan lawan. Hanya saja, banyak peristiwa bom bunuh diri yang dilakukan bukan dalam kondisi perang seperti kasus yang terjadi di negara kita. Contohnya pada kasus bom Bali atau bom Hotel Marriot. Kedua peristiwa tersebut sama-sama disebut sebagai aksi bom bunuh diri.
4. Tinjauan Terhadap Perilaku Bunuh Diri
Bila dilihat dari jenis bunuh diri seperti yang telah disebutkan di atas, kita melihat bahwa aksi bunuh diri ini dipelopori oleh tradisi di Jepang dengan berbagai varian cara yang akhirnya banyak diadaptasi oleh kita.
Akan tetapi terdapat perbedaan mendasar antara tradisi bunuh diri ritual Jepang tempo dulu dengan aksi bunuh diri modern saat ini. Perbedaan itu terletak pada latar belakang dan tujuan moral pelakunya. Pada tradisi Jepang, bunuh diri dianggap sebagai bentuk patriotisme dalam upaya mempertahankan harga diri dan kehormatan serta bentuk kesetiaan kepada pimpinan maupun kelompok. Sementara aksi bunuh diri modern yang marak saat ini merupakan kedaruratan psikiatri yang disebabkan ketidakseimbangan mental dan lebih kepada bentuk egoistic suicide.
Tradisi bunuh diri di Jepang dapat bertahan cukup lama karena tidak ada beban psikologis pada pelakunya seperti rasa berdosa. Masyarakat Jepang tidak mempunyai konsep dosa dan hanya berdasar pada etika bermasyarakat saja. Dalam hidup bersosial, apabila mereka melakukan kesalahan, kesalahannya itu diyakini hanya kesalahan pada manusia, tidak kepada Tuhan. Mereka bertanggung jawab kepada sesama manusia saja karena tidak adanya konsep ketuhanan dalam masyarakat Jepang secara umum.
Bunuh diri dalam tradisi Jepang tidak dianggap sebagai sebuah penyimpangan perilaku, tetapi bahkan dianggap sebagai bentuk tanggung jawab untuk menjaga kehormatan dan kesetiaannya. Pelaku seppuku mendapat gelar dan tempat terhormat di dalam masyarakat seolah mereka adalah pahlawan bagi bangsa tersebut.
Sedangkan bunuh diri dalam tatanan sosial masyarakat kita tidak pernah dibenarkan, baik berupa bom bunuh diri maupun egoistic suicide. Bunuh diri sangat merugikan banyak pihak, tidak hanya bagi pelakunya tetapi juga bagi orang lain. Meskipun bom bunuh diri diyakini sebagai gerakan patriotik oleh pelakunya, tetapi menurut saya, aksi bom bunuh diri itu tidak ada bedanya dengan egoistic suicide, yaitu sebagai bentuk kepengecutan dalam menghadapi realita. Sebagai bangsa yang beradab, seharusnya kita tidak merusak tatanan hidup dengan merugikan diri sendiri dan orang lain.
Bunuh diri merupakan cermin degradasi moral dan kegagalan pembinaan mental suatu bangsa. Bila pembinaan mental dari suatu bangsa itu baik, tentu akan menciptakan masyarakat yang bermental baja dan siap dalam menghadapi situasi apapun. Karena itu, maraknya aksi bunuh diri saya anggap sebagai kegagalan kolektif yang harus diperbaiki secara menyeluruh oleh seluruh komponen bangsa.
Sementara dalam Islam, sudah sangat jelas bahwa Allah SWT melarang bunuh diri. Bunuh diri adalah cermin dari keputusasaan terhadap rahmat Allah SWT. Firman-Nya dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 29-30:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً ﴿٢٩﴾ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَاناً وَظُلْماً فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَاراً وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللّهِ يَسِيراً ﴿٣٠﴾
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
30. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS An-Nisa: 29-30).
Ayat di atas jelas menunjukkan kepada kita tentang larangan bunuh diri dan ancaman bagi mereka yang melanggar aturan-Nya. Selain ayat Al-Quran di atas, larangan bunuh diri juga dinyatakan dengan tegas oleh Rasulullah SAW. Beliau bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ ، فَهْوَ فِى نَارِ جَهَنَّمَ ، يَتَرَدَّى فِيهِ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا ، وَمَنْ تَحَسَّى سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ ، فَسَمُّهُ فِى يَدِهِ ، يَتَحَسَّاهُ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا ، وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ ، فَحَدِيدَتُهُ فِى يَدِهِ ، يَجَأُ بِهَا فِى بَطْنِهِ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا » (رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ وَمُسْلِمٌ)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa menjatuhkan diri dari gunung lalu ia (bertujuan) membunuh dirinya maka dia di dalam neraka jahannam dalam keadaan menjatuhkan diri di dalamnya, selama-lamanya abadi di dalamnya (bagi orang yang menghalalkan membunuh dirinya). Dan barangsiapa minum (makan) racun lalu (bertujuan) membunuh dirinya maka racun di tangannya akan diminumnya di neraka jahannam, selama-lamanya abadi di dalamnya (bagi orang yang menghalalkan membunuh dirinya). Dan barangsiapa membunuh dirinya dengan besi maka besi di tangannya akan ditikamkannya (dan dipukul) dengan besi itu ke perutnya di dalam neraka jahannam, selama-lamanya abadi di dalamnya (bagi orang yang menghalalkan membunuh dirinya). (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Allah SWT tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan manusia. Sesunguhnya Allah SWT telah mengukur kadar kemampuan manusia, karenanya tidak seharusnya manusia berputus asa. Berbagai kenikmatan dan kemudahan telah Allah SWT berikan, hanya saja manusia terkadang tidak mampu membaca peluang yang disediakan sehingga akhirnya memilih untuk mengakhiri hidupnya. Maka atas alasan apapun, bunuh diri adalah suatu kesalahan yang tidak dapat dibenarkan.
B. Bunuh Diri di Era Modern
Kenyataan yang terjadi di masyarakat dewasa ini sungguh sangat memprihatinkan. Angka bunuh diri semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan semakin pesatnya kemajuan di berbagai bidang. Dahulu himpitan ekonomi menjadi alasan yang banyak ditemukan dalam kasus-kasus bunuh diri di Indonesia. Tetapi kini alasan bunuh diri lebih bervariatif. Ada yang mengakhiri hidup karena ketidak harmonisan di dalam keluarga, tidak lulus ujian, kalah dalam kompetisi, putus dengan kekasih, dan berbagai alasan lain yang tidak seharusnya menjadikan diri berputus asa dari rahmat Allah SWT.
Pada kasus bunuh diri di Indonesia, cukup banyak alasan yang -menurut saya- menjadi penyebab mewabahnya aksi bunuh diri sehingga menjadi tren di masyarakat kita.
1. Penyebab
Semakin maraknya aksi bunuh diri tidak lepas dari peran media yang begitu terbuka menayangkan kasus-kasus bunuh diri. Pada dasarnya tujuan media menyampaikan informasi secara terbuka adalah agar masyarakat dapat mengambil pelajaran sehingga tidak terjadi lagi peristiwa yang sama. Tetapi yang terjadi adalah semakin meningkatnya aksi-aksi bunuh diri. Keberanian –bila dapat dianggap sebagai sebuah keberanian- untuk mengakhiri hidup seakan dibangkitkan dari alam bawah sadar masyarakat. Media pun seolah memberi petunjuk tentang berbagai tata cara bunuh diri yang termudah dan tercepat.
Selain media, maraknya aksi bunuh diri juga disebabkan kurangnya kepedulian kita terhadap lingkungan sekitar. Kita tidak menyadari bahwa di sekitar kita banyak orang yang membutuhkan perhatian dan rengkuhan kita. Kita terlalu sibuk dengan urusan pribadi sehingga melupakan lingkungan di luar diri kita. Lemahnya solidaritas masyarakat memicu peningkatan aksi bunuh diri. Bila kita dapat mendeteksi gejala awal pelaku bunuh diri ini, tentu peristiwa tersebut dapat kita cegah sedini mungkin.
Kurangnya penanaman agama dan nilai-nilai moral di masyarakat juga menjadi hal terpenting yang menyebabkan tren bunuh diri di masyarakat. Pelaku bunuh diri menganggap bahwa setelah kematian, mereka akan terlepas dari semua masalah dan beban yang menghimpit. Mereka tidak berpikir bahwa aksinya itu ternyata menimbulkan berbagai persoalan baru yang lebih kompleks baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Orang yang beriman tentu akan meyakini bahwa setelah kematian ada kehidupan abadi untuk mempertanggungjawabkan perilaku kita selama di dunia. Dan orang yang bermoral tentu tidak ingin memberi masalah bagi orang lain dan tidak akan membiarkan dirinya menjadi contoh buruk yang diikuti banyak orang.
Dunia yang terus berputar dan peradaban yang terus berkembang menyebabkan masyarakat terhimpit beban yang luar biasa berat. Bagi mereka yang bermental baja, kondisi apapun tentu takkan berpengaruh buruk bagi dirinya. Sementara bagi mereka yang tidak mampu menghadapi perkembangan peradaban akan semakin terseret oleh derasnya kemajuan zaman. Keimanan dan mental yang lemah menyebabkan masyarakat mencari solusi termudah dan tercepat sehingga akhirnya bunuh diri pun terpilih sebagai jalan yang dianggap terbaik. Padahal bunuh diri itu bukan solusi dan tidak menyelesaikan apapun.
2. Kondisi Riil
Di Indonesia, tercatat lebih dari 50.000 orang setiap tahunnya melakukan upaya bunuh diri. Dan selama 3 tahun terakhir ini, angka tersebut terus meningkat. Angka yang luar biasa besar bagi peristiwa yang sia-sia. Begitu mudah masyarakat kita menyia-nyiakan kesempatan hidup yang Allah SWT berikan.
Ternyata meningkatnya kasus bunuh diri ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja selaku negara berkembang. Bahkan di negara maju pun, seperti Amerika dan Jepang, angka bunuh diri jauh lebih besar daripada di negara kita. Mereka lelah menghadapi kemajuan teknologi dan industri yang terlampau pesat sehingga tidak mampu mengikuti perkembangan tersebut. Negara-negara besar menempati urutan teratas jumlah pelaku bunuh diri.
Beberapa kasus di negeri kita akan saya kemukakan di bawah ini agar kita mengetahui betapa sia-sianya perilaku bunuh diri yang pada dasarnya tidak memberikan kontribusi apapun terhadap penyelesaian masalah.
Ciamis, seorang perempuan ditemukan tewas tergantung di kamarnya setelah kekalahan dalam pemilihan anggota legislatif lalu. Dan ternyata tidak hanya di Ciamis, tidak hanya perempuan pula yang melakukan bunuh diri karena tumbang dalam pemilihan anggota legislatif tersebut. Hampir di setiap daerah ditemukan korban bunuh diri dengan latar belakang yang sama.
Surabaya, seorang ibu menghabisi keempat anaknya kemudian disusul dengan aksi bunuh diri dengan latar belakang himpitan ekonomi. Di Bandung pun ditemukan kasus serupa.
Cukup banyak kasus pada anak-anak yang nekad bunuh diri karena tidak lulus dalam ujian. Padahal masa depan mereka tidak ditentukan oleh kelulusan saja, masih banyak kesempatan yang dapat diambil oleh mereka. Tetapi akhirnya kita kehilangan putra-putri bangsa dengan sia-sia.
Ada pula seorang remaja yang bunuh diri karena diputuskan pacarnya atau ditolak oleh pujaan hatinya.
Masih banyak lagi kasus bunuh diri yang ditemukan dan terungkap media. Kondisi ini begitu mengkhawatirkan. Sudah begitu lemahnya mental bangsa kita sehingga memilih jalan sia-sia. Potensi yang seharusnya dikembangkan secara optimal akhirnya harus terbuang percuma.
C. Upaya Menanggulangi Bunuh Diri
Dalam menanggulangi bunuh diri ini, diperlukan kerja keras dari semua elemen bangsa, dibutuhkan kebersamaan yang kuat. Kita tidak bisa melemparkan masalah dan tanggung jawab kepada pihak-pihak tertentu saja, pemerintah atau pendidik misalnya. Karena masalah tren bunuh diri adalah masalah kita semua. Kemungkinan terjadi pada orang-orang terdekat kita sangat besar. Karenanya, dibutuhkan kerja sama yang solid antara kita semua.
Para orang tua harus senantiasa mengawasi dan memberi pengertian kepada anak dalam menghadapi berbagai persoalan. Begitu pula para pendidik harus senantiasa memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta didiknya agar senantiasa siaga menghadapi badai kehidupan. Pemuka agama harus senantiasa memberi motivasi untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Pemerintah meningkatkan taraf hidup masyarakat dan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat untuk memperkecil kompleksitas permasalahan yang terjadi di masyarakat. Dengan usaha yang keras dan bahu membahu antara seluruh komponen bangsa, diharapkan dapat menurunkan angka bunuh diri di negara kita. Saya yakin, bila permasalahan di masyarakat terus diminimalisir, bunuh diri tidak akan menjadi tren dan pilihan masyarakat. Terpenting, bangsa kita akan terselamatkan dari kehancuran.
Adapun upaya penanggulangan bunuh diri secara khusus akan saya uraikan sebagai berikut:
Kenali setiap perubahan atau gejala bunuh diri pada orang-orang terdekat kita.
Tumbuhkan suasana yang penuh kasih sayang dan pengertian di lingkungan kita.
Saling memberi motivasi dan menasehati dalam kebaikan.
Beri dukungan terhadap orang-orang di sekitar kita.
Yakinkan bahwa Allah SWT senantiasa bersama kita dan Dia akan memberi pertolongan kepada kita.
Dampingi orang yang terindikasi memiliki resiko bunuh diri.
Menghibur orang yang berduka dan menguatkannya.
Mengembangkan sikap empati dalam diri.
Berbagi kebahagiaan dan keceriaan bersama orang lain.
Akhirnya, saya ingin mengajak rekan pembaca untuk merenungkan semua nikmat yang Allah berikan kepada kita, seandainya kita mencoba untuk menghitung nikmat itu niscaya kita tidak akan mampu menghitung dan mencatatnya meskipun seluruh lautan dijadikan tinta untuk menulis nikmat tersebut. Yakinlah bahwa cobaan yang Allah berikan tidak lebih besar dari batas kemampuan kita dan tidak lebih banyak pula dari nikmat yang Allah anugrahkan kepada kita. Tetap bersabar dan bersyukur dapat memberi ketenangan pada jiwa kita. Menyerah pada hidup hidup sama artinya dengan mengkufuri nikmat Allah dan menghilangkan keyakinan kepada-Nya. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya yang tetap berpegang teguh pada-Nya. Dan di setiap cobaan yang diberikan, Allah senantiasa menyediakan anugrah yang terbaik.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Semakin maraknya aksi bunuh diri seakan telah menjadi tren dan gaya hidup di masyarakat modern. Tak hanya di negara berkembang seperti negeri kita, meningkatnya angka bunuh diri juga terjadi di negara-negara maju, bahkan menempati urutan teratas. Bunuh diri ini menjadi permasalahan global yang dihadapi seluruh bangsa di dunia.
Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat begitu mudah mengakhiri hidupnya. Tetapi yang paling sering dianggap sebagai pemicu bunuh diri adalah himpitan ekonomi.
Di Indonesia, jenis bunuh diri yang banyak ditemukan adalah egoistic suicide (bunuh diri karena masalah pribadi). Sementara jenis bunuh diri yang lain hanya sedikit ditemukan di negeri kita.
B. Saran
Dari uraian yang telah saya sampaikan, saya berharap kita mampu mengenali tren bunuh diri yang semakin meluas sehingga kita dapat mendeteksi gejala awal pelaku bunuh diri dan mencegah terjadinya aksi bunuh diri di sekitar kita. Mari kita selamatkan bangsa ini dari kehancuran.
Saya begitu menyadari ketidaksempurnaan diri ini. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan partisipasi pembaca secara umum untuk menyampaikan saran dan kritik demi perbaikan penulisan-penulisan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Amir. 1997. Bunga Rampai Hukum Kesehatan. Jakarta: Widia Medika.
Berkowitz, Leonard. 1995. Emotional Behavior. Jakarta: PPM.
Tom, David A. 2003. Psikiatri. Jakarta: EGC.
Varcarolis, E M. 2000. Psychiatric Nursing Clinical Guide. Philadelphia: WB Saunder Company.
Yanello, Patrick David. 2005. Personality Reality. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
http://karun99oni.wordpress.com/2008/01/24/suatu-pembacaan-ulang-mengenai-arti-bunuh-diri-di-jepang
http://one.indoskripsi.com/node/8664
Langganan:
Postingan (Atom)