BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ranah Indonesia dikejutkan dengan berita yang ramai beredar beberapa waktu terakhir ini. Topik yang sedang menghangat adalah maraknya peristiwa bunuh diri di masyarakat kita. Tak hanya dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, kaum socialite pun ramai-ramai turut menambah daftar panjang pelaku bunuh diri. Dan yang lebih memprihatinkan, pelaku bunuh diri ini tidak hanya usia dewasa tetapi juga dilakukan oleh anak-anak yang seharusnya masih menikmati masa bermain mereka.
Bunuh diri yang disebut juga suicide di dunia medis memiliki pengertian serupa tapi tak sama dengan euthanasia. Bunuh diri dianggap sebagai kedaruratan psikiatri. Para ahli psikiatri tidak selamanya mengategorikan bunuh diri sebagai perilaku pribadi yang mengalami gangguan jiwa saja karena terkadang ditemukan pula kasus pelaku bunuh diri yang tidak dalam kondisi mengalami gangguan kejiwaan. Tetapi memang resiko bunuh diri pada orang yang mengalami gangguan jiwa jauh lebih besar daripada orang-orang yang tidak memiliki gangguan kejiwaan.
Begitu banyak alasan yang ditemukan atas perilaku bunuh diri, bahkan tidak sedikit peristiwa-peristiwa bunuh diri ini dilatarbelakangi oleh masalah sepele. Hal ini menjadi potret suram yang menunjukkan kepada kita betapa lemahnya mental masyarakat sehingga dengan mudahnya mengambil jalan pintas melalui bunuh diri sebagai solusi. Sungguh sangat ironis saat perilaku bunuh diri menjadi pilihan utama bagi mereka yang sudah menyerah pada hidup, sementara tidak sedikit orang-orang yang memiliki masalah jauh lebih rumit tetap bisa survive. Bahkan menjadi lebih mengherankan, bunuh diri kini seolah menjadi tren dan gaya hidup di kalangan masyarakat modern. Terkadang pelaku bunuh diri melakukan tindakan -yang saya anggap sangat konyol- tersebut hanya untuk sekedar mencari perhatian.
Kemajuan teknologi informasi dan kebebasan pers pun turut andil dalam memasyarakatkan bunuh diri. Informasi yang disampaikan media bukan diterima sebagai pembelajaran, akan tetapi pada akhirnya banyak dicontoh dan diikuti oleh masyarakat luas.
Kondisi tersebut tentu sangat meresahkan kita karena tantangan hidup akan semakin meningkat setiap saat. Bila saat ini saja mental masyarakat semakin melemah, tentu kita sudah dapat memprediksi kehancuran bangsa di kemudian hari.
Kenyataan ini menarik perhatian saya untuk mengkaji permasalahan bunuh diri yang sudah begitu mewabah di berbagai kalangan masyarakat. Sebagai bangsa modern, tentu kita tidak boleh terlindas roda kemajuan zaman. Semakin berkembang suatu bangsa, semakin berkembang pula permasalahan yang menghadangnya, tetapi tentu saja solusi yang tersedia pun semakin bervariatif. Karena itu, saya merasa perlu mengkaji berbagai hal yang melatarbelakangi merebaknya perilaku bunuh diri di masyarakat agar kita dapat menemukan formula yang dapat menekan angka bunuh diri serendah-rendahnya. Bahkan harapan terbesar tentu agar dapat menghentikan angka perilaku tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep bunuh diri, berkaitan dengan definisi, latar belakang, jenis, dan tinjauan terhadap perilaku bunuh diri tersebut?
2. Bagaimana tren bunuh diri di kalangan masyarakat modern?
3. Bagaimana upaya penanggulangan tren bunuh diri di kalangan masyarakat modern?
C. Tujuan Penulisan
Dari paparan latar belakang dan rumusan masalah di atas, saya mengharapkan pada akhirnya kita dapat mengambil poin-poin penting berikut ini:
1. Mengetahui konsep bunuh diri secara lebih mendalam baik berupa definisi, latar belakang, jenis, maupun tinjauan terhadap perilaku tersebut.
2. Mengetahui kondisi terakhir tren bunuh diri yang sudah semakin meluas di kalangan masyarakat modern.
3. Mengetahui dan dapat menerapkan formula yang lebih baik dalam upaya penanggulangan tren bunuh diri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Bunuh Diri
Bunuh diri yang telah begitu mewabah di masyarakat modern menjadi salah satu kasus yang menarik perhatian dewasa ini. Beberapa tahun terakhir, angka kematian yang disebabkan aksi bunuh diri terus meningkat. Kemajuan di berbagai bidang menjadi pemicu permasalahan hidup yang semakin kompleks dan akhirnya banyak orang memilih bunuh diri sebagai solusinya.
Egosentrisme yang dianut masyarakat modern menyebabkan melemahnya kontrol sosial di masyarakat sehingga tanpa kita sadari kini kita semakin tidak peduli terhadap berbagai hal di luar diri. Mobilitas ekonomi dan sosial akhirnya melindas mereka yang tidak mampu bertahan menghadapi berbagai persaingan. Untuk mengarahkan kita pada formula penanggulangan angka bunuh diri agar tidak semakin meningkat, tentu kita perlu mengetahui konsep bunuh diri terlebih dahulu.
1. Pengertian Bunuh Diri
Bunuh diri adalah upaya menghentikan hidup dengan menghilangkan nyawa diri sendiri. Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kedaruratan psikiatri. Dikatakan seperti itu karena selain menunjukkan ketidakseimbangan mental, pengaruh yang diberikan kepada lingkungan sekitar pun sangat berbahaya. Bunuh diri sering diistilahkan dengan kata suicide di dunia medis.
2. Latar Belakang Perilaku Bunuh Diri
Cukup banyak faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku bunuh diri. Beberapa factor yang dapat saya uraikan diantaranya:
Faktor genetik. Para ahli psikiatri sepakat bahwa bunuh diri dapat disebabkan oleh faktor genetik. Seseorang yang memiliki riwayat aksi bunuh diri memungkinkan menurunkan perilakunya itu terhadap keturunannya.
Adanya penurunan serotonin yang dapat menyebabkan depresi, dapat menimbulkan resiko terjadinya aksi bunuh diri. Depresi merupakan kondisi medis yang disebabkan karena adanya disregulasi neurotransmitter (penurunan kemampuan zat penghantar dalam sistem syaraf) terutama serotonin (neurotransmitter yang mengatur perasaan) dan norepinefrin (neurotransmitter yang mengatur energi dan minat).
Egoistik (tidak dapat berbaur dengan masyarakat), akruistik (menolong orang lain dengan mengorbankan diri sendiri), dan anomik (kesulitan berinteraksi dan beradaptasi) adalah tiga faktor yang dapat memicu seseorang melakukan bunuh diri. (Teori sosiologi Emile Durkeim).
Marah terhadap diri sendiri. (Teori psikoanalitik Sigmund Freud dan Karl Menninger).
Adanya fantasi mendapatkan kehidupan lebih baik yang disebabkan keputusasaan sehingga pelaku menganggap bunuh diri adalah solusi terbaik yang menjanjikan keindahan dan kebahagiaan.
Faktor predisposisi (faktor bawaan). Bunuh diri akibat penyakit jiwa yang tidak terdeteksi sebelumnya merupakan kasus bunuh diri terbesar yang terdata WHO.
Perasaan malu yang berlebihan maupun rendah diri dapat pula melatarbelakangi seseorang untuk mengakhiri hidupnya.
Balas dendam. Hal ini menjadi pemicu bunuh diri saat seseorang mengalami penolakan. Tujuan pelaku bunuh diri ini adalah untuk menyakiti pihak yang telah menolaknya. Contohnya pada kasus remaja yang menerima penolakan dari orang tua atau orang terdekatnya.
Intoksisasi (penyalahgunaan obat terlarang dan alkoholisme).
Ketidakmampuan tubuh dalam menahan rasa sakit seperti pasien dengan penyakit kronis.
Riwayat bunuh diri. Orang yang pernah melakukan usaha bunuh diri tetapi gagal dan nyawanya dapat terselamatkan memiliki resiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri kembali.
Latar belakang yang paling utama dari sekian banyak upaya bunuh diri adalah kurangnya keimanan kepada Allah SWT. Kondisi ini menyebabkan seseorang tidak mampu bertahan karena merasa tidak memiliki penolong. Sementara orang yang memiliki keimanan kuat tentu akan senantiasa yakin akan kekuasaan dan pertolongan Allah SWT sehingga dalam situasi seberat apapun, dia akan terus berusaha untuk tetap survive.
3. Jenis-Jenis Bunuh Diri
Pada dasarnya semua jenis bunuh diri menuju pada titik yang sama yaitu mengakhiri hidup. Pengklasifikasian bunuh diri ini hanya didasarkan pada latar belakang dan caranya saja. Dan untuk memudahkan pengklasifikasian jenis bunuh diri ini, saya menggabungkan seluruh kategori klasifikasi jenis bunuh diri.
Adapun beberapa jenis bunuh diri yang saya peroleh adalah:
1. Suicide.
Suicide adalah perilaku bunuh diri berdasarkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA, skizofrenia, gangguan kepribadian (paranoid, borderline, antisocial).
Terdapat tiga jenis suicide, yaitu: egoistic suicide (bunuh diri karena masalah pribadi), anomic suicide (bunuh diri karena kebingungan masyarakat secara umum/bunuh diri massal), dan akruistic suicide (bunuh diri untuk memperjuangkan orang lain).
Kasus bunuh diri yang terjadi di Indonesia hampir seluruhnya termasuk ke dalam kategori egoistic suicide. Kalaupun ada kasus dalam dua jenis bunuh diri yang lain, maka persentasenya sangat kecil.
2. Euthanasia.
Euthanasia adalah tindakan pemutusan kehidupan dengan maksud menghilangkan penderitaan pasien. Euthanasia dilakukan oleh dokter. Karenanya euthanasia ini diperdebatkan apakah tergolong jenis bunuh diri atau tidak. Tetapi ada pula kasus euthanasia yang dilakukan berdasarkan permintaan pasien itu sendiri, sehingga bila dilihat dari alasan tersebut maka euthanasia termasuk ke dalam jenis bunuh diri.
3. Harakiri/seppuku.
Harakiri adalah bahasa umum yang digunakan untuk istilah bunuh diri di Jepang, sedangkan seppuku merupakan istilah resmi untuk bunuh diri ritual tradisional. Dikatakan bunuh diri ritual karena seppuku ini memiliki ritual tersendiri yang harus dilalui.
Tradisi seppuku ini dikenal di kalangan samurai Jepang untuk membela harga diri dan kehormatannya, serta bukti kesetiaannya. Sebelum ajaran Budha -yang memperkenalkan keagungan sebuah kematian- masuk ke Jepang, masyarakat tidak mengenal tradisi ini karena mereka lebih mencintai keindahan dunia daripada harus mati dengan cara mengenaskan.
Pada masa dinasti Shogun, seppuku sempat dilarang di Jepang. Bagi pelaku dan pendukungnya akan dikenakan hukuman yang sangat keras. Tradisi seppuku ini melibatkan banyak orang di dalamnya, diantaranya harus terdapat saksi-saksi, pengawas, dan pembantu.
Upacara seppuku dilakukan dengan cara mengeluarkan isi perut secara perlahan dan tanpa sentakan kemudian proses kematian sang samurai itu diselesaikan oleh pembantu. Lokasi dari suatu seppuku yang diperintahkan secara resmi sangat penting. Seringkali upacara tersebut dilakukan di kuil (tetapi tidak di kuil Shinto), di taman atau vila, dan di dalam rumah. Ukuran dari tempat yang tersedia juga sangat penting, dan dipilih secara teliti oleh samurai.
Perut menjadi pilihan dalam ritual seppuku karena orang Jepang dahulu meyakini bahwa perut merupakan tempat bersemayamnya nyawa. Perut adalah pusat seluruh tubuh yang menjadi sasaran penyampaian kehendak, pemikiran, kebaikan, keberanian, semangat, kemarahan, permusuhan, dan lain-lain. Maka untuk menghentikan keburukan dalam diri dan mencapai kebaikan abadi harus dilakukan penyucian diri melalui ritual seppuku ini.
4. Jisatsu.
Jisatsu adalah upaya bunuh diri modern di Jepang. Jisatsu memiliki beberapa perbedaan yang sangat nyata dengan seppuku meskipun akhir yang didapat adalah sama. Jisatsu merupakan aksi bunuh diri yang diakibatkan alih kultural dalam masyarakat modern tanpa melalui berbagai ritual. Prosesnya pun sangat cepat seperti yang dilakukan oleh pelaku jisatsu pertama yang memotong urat nadinya. Sedangkan seppuku dimaknai oleh masyarakat modern sebagai aksi anti-modernisasi dengan kembali ke pola masa lampau. Seppuku lebih didasarkan pada pembelaan harga diri, kehormatan, dan kesetiaan dengan melalui ritual yang memperlambat proses kematiannya. Seppuku hanya dilakukan dengan merobek perut dan diakhiri tebasan di leher, sedangkan jisatsu tidak memiliki tata cara khusus. Jisatsu ini serupa dengan aksi-aksi bunuh diri yang kita saksikan dewasa ini.
5. Kamikaze.
Kamikaze adalah bunuh diri yang dilakukan oleh pasukan Angkatan Udara Jepang dengan menabrakkan pesawatnya ke arah musuh. Mereka menganggap aksi ini merupakan aksi patriotik dan heroik sebagai suatu kebanggan. Dewasa ini, model bunuh diri untuk menghancurkan lawan seperti kamikaze ini pun banyak terjadi meskipun dengan sarana berbeda.
6. Raiden.
Jenis bunuh diri ini serupa dengan kamikaze, yang membedakan adalah sarananya. Raiden menggunakan kapal laut atau kapal selam untuk menghancurkan musuh dengan cara menabrakkannya juga.
7. Bom Bunuh Diri
Bunuh diri dengan menggunakan bom sekarang begitu marak berlangsung. Tujuan pelaku bom bunuh diri ini adalah untuk menghancurkan lawan. Hanya saja, banyak peristiwa bom bunuh diri yang dilakukan bukan dalam kondisi perang seperti kasus yang terjadi di negara kita. Contohnya pada kasus bom Bali atau bom Hotel Marriot. Kedua peristiwa tersebut sama-sama disebut sebagai aksi bom bunuh diri.
4. Tinjauan Terhadap Perilaku Bunuh Diri
Bila dilihat dari jenis bunuh diri seperti yang telah disebutkan di atas, kita melihat bahwa aksi bunuh diri ini dipelopori oleh tradisi di Jepang dengan berbagai varian cara yang akhirnya banyak diadaptasi oleh kita.
Akan tetapi terdapat perbedaan mendasar antara tradisi bunuh diri ritual Jepang tempo dulu dengan aksi bunuh diri modern saat ini. Perbedaan itu terletak pada latar belakang dan tujuan moral pelakunya. Pada tradisi Jepang, bunuh diri dianggap sebagai bentuk patriotisme dalam upaya mempertahankan harga diri dan kehormatan serta bentuk kesetiaan kepada pimpinan maupun kelompok. Sementara aksi bunuh diri modern yang marak saat ini merupakan kedaruratan psikiatri yang disebabkan ketidakseimbangan mental dan lebih kepada bentuk egoistic suicide.
Tradisi bunuh diri di Jepang dapat bertahan cukup lama karena tidak ada beban psikologis pada pelakunya seperti rasa berdosa. Masyarakat Jepang tidak mempunyai konsep dosa dan hanya berdasar pada etika bermasyarakat saja. Dalam hidup bersosial, apabila mereka melakukan kesalahan, kesalahannya itu diyakini hanya kesalahan pada manusia, tidak kepada Tuhan. Mereka bertanggung jawab kepada sesama manusia saja karena tidak adanya konsep ketuhanan dalam masyarakat Jepang secara umum.
Bunuh diri dalam tradisi Jepang tidak dianggap sebagai sebuah penyimpangan perilaku, tetapi bahkan dianggap sebagai bentuk tanggung jawab untuk menjaga kehormatan dan kesetiaannya. Pelaku seppuku mendapat gelar dan tempat terhormat di dalam masyarakat seolah mereka adalah pahlawan bagi bangsa tersebut.
Sedangkan bunuh diri dalam tatanan sosial masyarakat kita tidak pernah dibenarkan, baik berupa bom bunuh diri maupun egoistic suicide. Bunuh diri sangat merugikan banyak pihak, tidak hanya bagi pelakunya tetapi juga bagi orang lain. Meskipun bom bunuh diri diyakini sebagai gerakan patriotik oleh pelakunya, tetapi menurut saya, aksi bom bunuh diri itu tidak ada bedanya dengan egoistic suicide, yaitu sebagai bentuk kepengecutan dalam menghadapi realita. Sebagai bangsa yang beradab, seharusnya kita tidak merusak tatanan hidup dengan merugikan diri sendiri dan orang lain.
Bunuh diri merupakan cermin degradasi moral dan kegagalan pembinaan mental suatu bangsa. Bila pembinaan mental dari suatu bangsa itu baik, tentu akan menciptakan masyarakat yang bermental baja dan siap dalam menghadapi situasi apapun. Karena itu, maraknya aksi bunuh diri saya anggap sebagai kegagalan kolektif yang harus diperbaiki secara menyeluruh oleh seluruh komponen bangsa.
Sementara dalam Islam, sudah sangat jelas bahwa Allah SWT melarang bunuh diri. Bunuh diri adalah cermin dari keputusasaan terhadap rahmat Allah SWT. Firman-Nya dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 29-30:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً ﴿٢٩﴾ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَاناً وَظُلْماً فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَاراً وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللّهِ يَسِيراً ﴿٣٠﴾
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
30. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (QS An-Nisa: 29-30).
Ayat di atas jelas menunjukkan kepada kita tentang larangan bunuh diri dan ancaman bagi mereka yang melanggar aturan-Nya. Selain ayat Al-Quran di atas, larangan bunuh diri juga dinyatakan dengan tegas oleh Rasulullah SAW. Beliau bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ ، فَهْوَ فِى نَارِ جَهَنَّمَ ، يَتَرَدَّى فِيهِ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا ، وَمَنْ تَحَسَّى سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ ، فَسَمُّهُ فِى يَدِهِ ، يَتَحَسَّاهُ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا ، وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ ، فَحَدِيدَتُهُ فِى يَدِهِ ، يَجَأُ بِهَا فِى بَطْنِهِ فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا » (رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ وَمُسْلِمٌ)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa menjatuhkan diri dari gunung lalu ia (bertujuan) membunuh dirinya maka dia di dalam neraka jahannam dalam keadaan menjatuhkan diri di dalamnya, selama-lamanya abadi di dalamnya (bagi orang yang menghalalkan membunuh dirinya). Dan barangsiapa minum (makan) racun lalu (bertujuan) membunuh dirinya maka racun di tangannya akan diminumnya di neraka jahannam, selama-lamanya abadi di dalamnya (bagi orang yang menghalalkan membunuh dirinya). Dan barangsiapa membunuh dirinya dengan besi maka besi di tangannya akan ditikamkannya (dan dipukul) dengan besi itu ke perutnya di dalam neraka jahannam, selama-lamanya abadi di dalamnya (bagi orang yang menghalalkan membunuh dirinya). (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Allah SWT tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan manusia. Sesunguhnya Allah SWT telah mengukur kadar kemampuan manusia, karenanya tidak seharusnya manusia berputus asa. Berbagai kenikmatan dan kemudahan telah Allah SWT berikan, hanya saja manusia terkadang tidak mampu membaca peluang yang disediakan sehingga akhirnya memilih untuk mengakhiri hidupnya. Maka atas alasan apapun, bunuh diri adalah suatu kesalahan yang tidak dapat dibenarkan.
B. Bunuh Diri di Era Modern
Kenyataan yang terjadi di masyarakat dewasa ini sungguh sangat memprihatinkan. Angka bunuh diri semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan semakin pesatnya kemajuan di berbagai bidang. Dahulu himpitan ekonomi menjadi alasan yang banyak ditemukan dalam kasus-kasus bunuh diri di Indonesia. Tetapi kini alasan bunuh diri lebih bervariatif. Ada yang mengakhiri hidup karena ketidak harmonisan di dalam keluarga, tidak lulus ujian, kalah dalam kompetisi, putus dengan kekasih, dan berbagai alasan lain yang tidak seharusnya menjadikan diri berputus asa dari rahmat Allah SWT.
Pada kasus bunuh diri di Indonesia, cukup banyak alasan yang -menurut saya- menjadi penyebab mewabahnya aksi bunuh diri sehingga menjadi tren di masyarakat kita.
1. Penyebab
Semakin maraknya aksi bunuh diri tidak lepas dari peran media yang begitu terbuka menayangkan kasus-kasus bunuh diri. Pada dasarnya tujuan media menyampaikan informasi secara terbuka adalah agar masyarakat dapat mengambil pelajaran sehingga tidak terjadi lagi peristiwa yang sama. Tetapi yang terjadi adalah semakin meningkatnya aksi-aksi bunuh diri. Keberanian –bila dapat dianggap sebagai sebuah keberanian- untuk mengakhiri hidup seakan dibangkitkan dari alam bawah sadar masyarakat. Media pun seolah memberi petunjuk tentang berbagai tata cara bunuh diri yang termudah dan tercepat.
Selain media, maraknya aksi bunuh diri juga disebabkan kurangnya kepedulian kita terhadap lingkungan sekitar. Kita tidak menyadari bahwa di sekitar kita banyak orang yang membutuhkan perhatian dan rengkuhan kita. Kita terlalu sibuk dengan urusan pribadi sehingga melupakan lingkungan di luar diri kita. Lemahnya solidaritas masyarakat memicu peningkatan aksi bunuh diri. Bila kita dapat mendeteksi gejala awal pelaku bunuh diri ini, tentu peristiwa tersebut dapat kita cegah sedini mungkin.
Kurangnya penanaman agama dan nilai-nilai moral di masyarakat juga menjadi hal terpenting yang menyebabkan tren bunuh diri di masyarakat. Pelaku bunuh diri menganggap bahwa setelah kematian, mereka akan terlepas dari semua masalah dan beban yang menghimpit. Mereka tidak berpikir bahwa aksinya itu ternyata menimbulkan berbagai persoalan baru yang lebih kompleks baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Orang yang beriman tentu akan meyakini bahwa setelah kematian ada kehidupan abadi untuk mempertanggungjawabkan perilaku kita selama di dunia. Dan orang yang bermoral tentu tidak ingin memberi masalah bagi orang lain dan tidak akan membiarkan dirinya menjadi contoh buruk yang diikuti banyak orang.
Dunia yang terus berputar dan peradaban yang terus berkembang menyebabkan masyarakat terhimpit beban yang luar biasa berat. Bagi mereka yang bermental baja, kondisi apapun tentu takkan berpengaruh buruk bagi dirinya. Sementara bagi mereka yang tidak mampu menghadapi perkembangan peradaban akan semakin terseret oleh derasnya kemajuan zaman. Keimanan dan mental yang lemah menyebabkan masyarakat mencari solusi termudah dan tercepat sehingga akhirnya bunuh diri pun terpilih sebagai jalan yang dianggap terbaik. Padahal bunuh diri itu bukan solusi dan tidak menyelesaikan apapun.
2. Kondisi Riil
Di Indonesia, tercatat lebih dari 50.000 orang setiap tahunnya melakukan upaya bunuh diri. Dan selama 3 tahun terakhir ini, angka tersebut terus meningkat. Angka yang luar biasa besar bagi peristiwa yang sia-sia. Begitu mudah masyarakat kita menyia-nyiakan kesempatan hidup yang Allah SWT berikan.
Ternyata meningkatnya kasus bunuh diri ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja selaku negara berkembang. Bahkan di negara maju pun, seperti Amerika dan Jepang, angka bunuh diri jauh lebih besar daripada di negara kita. Mereka lelah menghadapi kemajuan teknologi dan industri yang terlampau pesat sehingga tidak mampu mengikuti perkembangan tersebut. Negara-negara besar menempati urutan teratas jumlah pelaku bunuh diri.
Beberapa kasus di negeri kita akan saya kemukakan di bawah ini agar kita mengetahui betapa sia-sianya perilaku bunuh diri yang pada dasarnya tidak memberikan kontribusi apapun terhadap penyelesaian masalah.
Ciamis, seorang perempuan ditemukan tewas tergantung di kamarnya setelah kekalahan dalam pemilihan anggota legislatif lalu. Dan ternyata tidak hanya di Ciamis, tidak hanya perempuan pula yang melakukan bunuh diri karena tumbang dalam pemilihan anggota legislatif tersebut. Hampir di setiap daerah ditemukan korban bunuh diri dengan latar belakang yang sama.
Surabaya, seorang ibu menghabisi keempat anaknya kemudian disusul dengan aksi bunuh diri dengan latar belakang himpitan ekonomi. Di Bandung pun ditemukan kasus serupa.
Cukup banyak kasus pada anak-anak yang nekad bunuh diri karena tidak lulus dalam ujian. Padahal masa depan mereka tidak ditentukan oleh kelulusan saja, masih banyak kesempatan yang dapat diambil oleh mereka. Tetapi akhirnya kita kehilangan putra-putri bangsa dengan sia-sia.
Ada pula seorang remaja yang bunuh diri karena diputuskan pacarnya atau ditolak oleh pujaan hatinya.
Masih banyak lagi kasus bunuh diri yang ditemukan dan terungkap media. Kondisi ini begitu mengkhawatirkan. Sudah begitu lemahnya mental bangsa kita sehingga memilih jalan sia-sia. Potensi yang seharusnya dikembangkan secara optimal akhirnya harus terbuang percuma.
C. Upaya Menanggulangi Bunuh Diri
Dalam menanggulangi bunuh diri ini, diperlukan kerja keras dari semua elemen bangsa, dibutuhkan kebersamaan yang kuat. Kita tidak bisa melemparkan masalah dan tanggung jawab kepada pihak-pihak tertentu saja, pemerintah atau pendidik misalnya. Karena masalah tren bunuh diri adalah masalah kita semua. Kemungkinan terjadi pada orang-orang terdekat kita sangat besar. Karenanya, dibutuhkan kerja sama yang solid antara kita semua.
Para orang tua harus senantiasa mengawasi dan memberi pengertian kepada anak dalam menghadapi berbagai persoalan. Begitu pula para pendidik harus senantiasa memperkenalkan dan menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta didiknya agar senantiasa siaga menghadapi badai kehidupan. Pemuka agama harus senantiasa memberi motivasi untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Pemerintah meningkatkan taraf hidup masyarakat dan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat untuk memperkecil kompleksitas permasalahan yang terjadi di masyarakat. Dengan usaha yang keras dan bahu membahu antara seluruh komponen bangsa, diharapkan dapat menurunkan angka bunuh diri di negara kita. Saya yakin, bila permasalahan di masyarakat terus diminimalisir, bunuh diri tidak akan menjadi tren dan pilihan masyarakat. Terpenting, bangsa kita akan terselamatkan dari kehancuran.
Adapun upaya penanggulangan bunuh diri secara khusus akan saya uraikan sebagai berikut:
Kenali setiap perubahan atau gejala bunuh diri pada orang-orang terdekat kita.
Tumbuhkan suasana yang penuh kasih sayang dan pengertian di lingkungan kita.
Saling memberi motivasi dan menasehati dalam kebaikan.
Beri dukungan terhadap orang-orang di sekitar kita.
Yakinkan bahwa Allah SWT senantiasa bersama kita dan Dia akan memberi pertolongan kepada kita.
Dampingi orang yang terindikasi memiliki resiko bunuh diri.
Menghibur orang yang berduka dan menguatkannya.
Mengembangkan sikap empati dalam diri.
Berbagi kebahagiaan dan keceriaan bersama orang lain.
Akhirnya, saya ingin mengajak rekan pembaca untuk merenungkan semua nikmat yang Allah berikan kepada kita, seandainya kita mencoba untuk menghitung nikmat itu niscaya kita tidak akan mampu menghitung dan mencatatnya meskipun seluruh lautan dijadikan tinta untuk menulis nikmat tersebut. Yakinlah bahwa cobaan yang Allah berikan tidak lebih besar dari batas kemampuan kita dan tidak lebih banyak pula dari nikmat yang Allah anugrahkan kepada kita. Tetap bersabar dan bersyukur dapat memberi ketenangan pada jiwa kita. Menyerah pada hidup hidup sama artinya dengan mengkufuri nikmat Allah dan menghilangkan keyakinan kepada-Nya. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya yang tetap berpegang teguh pada-Nya. Dan di setiap cobaan yang diberikan, Allah senantiasa menyediakan anugrah yang terbaik.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Semakin maraknya aksi bunuh diri seakan telah menjadi tren dan gaya hidup di masyarakat modern. Tak hanya di negara berkembang seperti negeri kita, meningkatnya angka bunuh diri juga terjadi di negara-negara maju, bahkan menempati urutan teratas. Bunuh diri ini menjadi permasalahan global yang dihadapi seluruh bangsa di dunia.
Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat begitu mudah mengakhiri hidupnya. Tetapi yang paling sering dianggap sebagai pemicu bunuh diri adalah himpitan ekonomi.
Di Indonesia, jenis bunuh diri yang banyak ditemukan adalah egoistic suicide (bunuh diri karena masalah pribadi). Sementara jenis bunuh diri yang lain hanya sedikit ditemukan di negeri kita.
B. Saran
Dari uraian yang telah saya sampaikan, saya berharap kita mampu mengenali tren bunuh diri yang semakin meluas sehingga kita dapat mendeteksi gejala awal pelaku bunuh diri dan mencegah terjadinya aksi bunuh diri di sekitar kita. Mari kita selamatkan bangsa ini dari kehancuran.
Saya begitu menyadari ketidaksempurnaan diri ini. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan partisipasi pembaca secara umum untuk menyampaikan saran dan kritik demi perbaikan penulisan-penulisan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Amir. 1997. Bunga Rampai Hukum Kesehatan. Jakarta: Widia Medika.
Berkowitz, Leonard. 1995. Emotional Behavior. Jakarta: PPM.
Tom, David A. 2003. Psikiatri. Jakarta: EGC.
Varcarolis, E M. 2000. Psychiatric Nursing Clinical Guide. Philadelphia: WB Saunder Company.
Yanello, Patrick David. 2005. Personality Reality. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
http://karun99oni.wordpress.com/2008/01/24/suatu-pembacaan-ulang-mengenai-arti-bunuh-diri-di-jepang
http://one.indoskripsi.com/node/8664
Selasa, 12 Januari 2010
Langganan:
Postingan (Atom)